Darilaut – Problematika terbesar dalam akuakultur intensif adalah wabah penyakit, di samping semakin mahalnya harga pakan.
Hal ini disampaikan Prof Dr Alim Isnansetyo, saat pengukuhan Guru Besar bidang Bioteknologi Perikanan dan Kelautan pada Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (21/2) di Balai Senat UGM.
Mengutip Ugm.ac.id, menurut Alim, ikan sangat tergantung pada imun non spesifik dalam menghadapi wabah penyakit.
Ini karena adanya adanya keterbatasan intrinsik antibodi spesifik yang diproduksi dibandingkan dengan mamalia dan unggas.
Oleh sebab itu, kata Alim, produksi benih unggul dengan kriteria ketahanan terhadap penyakit menjadi parameter penting selain pertumbuhan dan sintasan.
Tataran teknis, penggunaan bibit unggul perlu dibarengi usaha peningkatan kekebalan tubuh ikan non spesifik dengan mengembangkan dan menerapkan tidak hanya metode tunggal, namun kombinasi beberapa metode pengendalian penyakit.
Terdapat sejumlah penyakit yang menyebabkan kerugian besar pada akuakultur air tawar. Beberapa di antaranya adalah aeromoniasis, streptococciosis, mycobacteriosis, flexibacteriosis, koi herpes virus, tilapia lake virus, serta ichthyophthiriasis.
Sementara pada akuakultur laut sering ditemukan penyakit streptococciosis, vibriosis, big belly disease, scale drop disease, viral nervous necrosis, iridovirus, mouth rot, tail rot dan serangan berbagai parasit.
Menurut Alim, penggunaan bio-informatik untuk memelajari sisitem kekebalan ikan dan menemukan teknologi pengendalian penyakit perlu digalakkan.
Pemanfaatan sumber daya akuatik Indonesia, baik mikroorganise maupun makroorganisme di perairan tawar maupun laut perlu lebih intensif dengan penerapan bioteknologi, kata Alim.
Langkah tersebut penting dilakukan untuk meningkatkan inovasi immunostimulan, probiotik, prebiotik, sinbiotik, posbiotik, vaksin, mikrobiom, aplikasi quorum quensing, dan pakan fungsional.
Alim yang juga Ketua Departemen Perikanan menjelaskan dalam pidato pengukuhan berjudul “Imunologi untuk Mendukung Pengelolaan Kesehatan Ikan pada Akuakultur.”
Akuakultur insentif akan berkembang semakin cepat di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia sebagai bentuk respons terhadap peningkatan produk perikanan.
Namun, di sisi lain, kuantitas produk perikanan hasil tangkap mengalami stagnasi bahkan cenderung menurun.
Pengembangan vaksin ikan, kata Alim, perlu memanfaatkan konsep-konsep baru seperti virus-like partikel, gene editing, vakisn DNA/RNA, dan reverse genetic vaccine.
Produk hasil inovasi tersebut diharapkan bisa menggantikan antibiotik untuk pengendalian penyakit ikan yang ramah lingkungan.
Komentar tentang post