Habitat Mapping dan Transplantasi Karang Menjelang Pertemuan Tahunan IMF-WBG 2018 di Bali

EGHBERT ELVAN AMPOU, PARIAMA HUTASOIT, ANDREAS A HUTAHAEAN

transplantasi karang

Artificial Reef Spider dengan transplantasi karang yang telah di letakkan di pantai Samuh, Nusa Dua. FOTO-FOTO: EGHBERT ELVAN AMPOU

PADA tanggal 8 – 14 Oktober 2018, bertempat di Sofitel Bali Nusa Dua Beach Resort, Nusa Dua diselenggarakan acara akbar International Monetary Fund (IMF) – World Bank Group (WBG) Annual Meeting. Menurut situs resmi https://www.am2018bali.go.id kurang kebih 12.000 hingga 15.000 orang akan menghadiri Pertemuan Tahunan tersebut. Termasuk sekitar 3.500 delegasi dari 189 negara anggota, 1.000 perwakilan media dan lebih dari 5.000 peserta yang mewakili sektor swasta, komunitas perbankan, lembaga akademik, organisasi masyarakat sipil, pengamat dan anggota parlemen.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenkomar) RI Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, sebagai gambaran, satu juta penumpang setara dengan US $ 1 miliar. Kami juga membersihkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung, membersihkan pelabuhan Benoa, menyelesaikan (membangun) patung GWK dan beberapa hal terkait lainnya.

Di sisi politik, ada banyak manfaat, di mana dunia akan melihat kita nanti. Mereka akan tahu lebih banyak tentang Indonesia serta melihat kepemimpinan Indonesia di kawasan ini. Ada konsep “Voyage to Indonesia” dalam Pertemuan Tahunan 2018 yang mengacu pada perjalanan yang mengarah ke tempat baru yang ditemukan. Menurut Menteri Luhut Pandjaitan, tagline ini dipilih untuk menggambarkan Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia dan sebagai pusat acara yang akan melihat banyak negara menjadi jangkar kapal mereka di Indonesia.

Kemenko Maritim dan IMF bekerjasama dengan Nusa Dua Reef Foundation (NDRF) yang dikoordinir Pariama Hutasoit telah melaksanakan side event replanting coral 2018, pada 7 September 2018 di Pantai Sofitel Bali Nusa Dua Beach Resort. Kegiatan ini melibatkan stakeholder lainnya, yakni Universitas Udayana, Universitas Warmadewa, Universitas Hasanuddin. Selain itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan – Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut, Balai Riset dan Observasi Laut serta masyarakat peduli lingkungan baik dalam maupun mancanegara.

Habitat Mapping

Monitoring habitat mapping pada ekosistem terumbu karang juga telah dilakukan pada 16 Agustus dan 28-29 September 2018 di daerah Pantai Samuh, Nusa Dua. Hal ini dilakukan sebagai data dukung dalam pemasangan struktur terumbu buatan “Artificial Reef Spider” yang nantinya akan melibatkan perwakilan peserta pertemuan IMF-WBG.

Metode monitoring yang dilakukan adalah dengan Pendekatan Skala Menengah (Medium Scale Approach-MSA)(3) dan foto transek habitat (1), sedangkan keterwakilan habitat menggunakan kartu identifikasi tipologi (2). Dari hasil kajian cepat dengan menggunakan metode tersebut, pada ekosistem di sekitar lokasi transplantasi karang terdiri dari kurang lebih 11 jenis habitat, yang terbagi dalam tipe terumbu tepi (fringing reef) dengan tiga jenis tipologi, yakni rataan terumbu (reef flat), terumbu depan (fore reef) dan lereng terumbu (reef slope).

Berdasarkan hasil observasi secara geomorfologi daerah pantai Samuh khususnya lokasi yang dijadikan lokasi kegiatan transplantasi karang adalah tipe terumbu tepi dengan formasi spurs & grooves. Berdasarkan klasifikasi habitat karang keras atau yang tergolong dalam Scleractinian berkisar antara 40-60 persen, sedangkan karang lunak (soft coral) lebih kurang 60 persen, dengan jenis dominan Sarcophyton sp dan Xenia sp.

Di daerah rataan terumbu didominasi padang lamun dari jenis Enhallus acoroides, Syringodium sp dan Thallasodendron. Yang menjadi tempat diletakkannya terumbu buatan “reef spider”, yakni habitat 10 dan 11 dengan tipologi habitat: reef slope, dengan dominasi alga merah dan sebagain karang lunak dari jenis Sarcophyton sp (habitat 10) dan teras bercampur pecahan karang (habitat 11).

Selain kegiatan tersebut, dilakukan juga pengambilan data lapangan. Sampling kualitas air laut mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004 tentang “Baku mutu air laut untuk wisata bahari” dan dianalisa di laboratorium Universitas Udayana, Bali serta Laboratorium terkait lainnya. Hal ini dilakukan sebagai data dukung sebelum proses transplantasi karang. Berdasarkan hasil analisa tersebut, akan menjadi data dukung dalam proses pengelolaan yang berkelanjutan di daerah Nusa Dua khususnya di daerah Pantai Samuh dan sekitarnya.

Transplantasi Karang

Salah satu bentuk konservasi yang akan dilakukan dengan menggunakan struktur besi berlapis yang disebut Mars Coral Spiders atau Laba-laba MARRS (Mars Accelerated Coral Reef Rehabilitation System). Sistem ini memungkinkan anakan karang ditempelkan, untuk mengisi celah antara karang alami yang tersisa. Sistem ini dirancang untuk menstabilkan terumbu karang, membatasi reruntuhan karang dan menyediakan dasar untuk pemulihan habitat dan peningkatan alami keanekaragaman hayati karang dari waktu ke waktu.

Ikan bisa kembali dengan cepat ke daerah yang direhabilitasi untuk mengembalikan keseimbangan ekosistem, mengendalikan lumut (rumput laut yang berupa hama) dan menciptakan landasan bagi perikanan berkelanjutan di masa depan.

Untuk peletakkan Artificial reef spider di daerah lereng terumbu pada kedalaman 7-10 meter. Sampai tanggal 29 September 2018, total 300 unit telah di letakkan dari rencana 500 unit. Sebanyak 200 unit diletakkan pada acara puncak Minggu 7 Oktober 2018.

Beberapa jenis genus karang yang di transplantasi pada media terumbu buatan tersebut dari jenis karang Scleractinia (karang keras penyusun terumbu), antara lain, genus: Acropora, Montipora, Pocillopora, Stylophora dan Galaxea. Seluruh karang tersebut merupakan hasil budidaya dari wilayah Bali dan sekitarnya.

Menurut Deputi Bidang Koordinasi SDM, Iptek dan Budaya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Dr Ir Safri Burhanudin DEA, rencana ke depan nantinya kegiatan ini bukan hanya seremonial saja. Namun akan berlanjut terus dan Nusa Dua akan menjadi lokasi representatif untuk melihat seluruh jenis karang di Indonesia (Taman mini ekosistem terumbu karang Indonesia).

Jika pengunjung ingin melihat secara langsung habitat aslinya, bisa langsung mengunjungi ke seluruh wilayah Indonesia yang termasuk dalam kawasan Segitiga Terumbu Karang dunia (Coral Triangle Center). Dan yang paling penting juga sebagai kawasan penelitian alami oleh para mahasiswa dan peneliti lokal khususnya di wilayah Bali dan sekitarnya.*

Eghbert Elvan Ampou, Peneliti Balai Riset dan Observasi Laut, BRSDMKP-KKP
Pariama Hutasoit, Direktur Nusa Dua Reef Foundation (NDRF), Bali
Andreas A. Hutahaean, Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman

Referensi:

1. Andréfouët, S. 2008. “Coral Reef Habitat Mapping Using Remote Sensing: A User vs Producer Perspective. Implications for Research, Management and Capacity Building.” Journal of Spatial Science 53 (1): 113–29.

2. Andréfouët. 2014. “Fiches d’identification des habitats récifo-lagonaires de Nouvelle-Calédonie.” Notes techniques 6. Sciences de la Mer. Biologie Marine. Nouméa : IRD.

3. Clua, E., P. Legendre, L. Vigliola, F. Magron, M. Kulbicki, S. Sarramegna, P. Labrosse, and R. Galzin. 2006. “Medium Scale Approach (MSA) for Improved Assessment of Coral Reef Fish Habitat.” Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 333 (2): 219–30.

 

Exit mobile version