INDONESIA telah memasok lebih dari 16 persen produksi Tuna, Tongkol dan Cakalang dunia. Karena itu, tuna dan cakalang memiliki peranan penting bagi sektor perikanan tangkap di Indonesia.
Tulisan ini bersumber dari Maulana Firdaus “Profil Perikanan Tuna dan Cakalang di Indonesia.” Buletin Ilmiah “MARINA” Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (2018).
Secara singkat, dua per tiga wilayah Indonesia terdiri dari laut, memiliki pulau sebanyak lebih dari 17.000 serta garis pantai sepanjang 81.000 kilometer. Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 menekankan bahwa fokus terbesar diberikan pada bidang kelautan yang di dalamnya adalah perikanan dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan (Bappenas, 2014).
Selama ini, sektor perikanan dianggap telah teruji sebagai sektor yang mampu bertahan dalam situasi krisis, baik ekonomi, finansial maupun moneter. Sektor perikanan mampu menyediakan bahan pangan penting bagi masyarakat, sumber pendapatan, sekaligus menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup signifikan.
Di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, China dan negara-negara Eropa, sektor perikanan memiliki kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hal ini pun terjadi di Indonesia. Sektor perikanan terus memberikan peningkatan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Salah satu jenis sumber daya ikan yang memiliki potensi besar di Indonesia adalah dari kelompok ikan pelagis besar antara lain Tuna, Tongkol dan Cakalang. Indonesia tercatat pula sebagai negara kontributor produksi terbesar diantara 32 negara anggota Indian Ocean Tuna Commission (IOTC).
Untuk itu, pengetahuan tentang profil perikanan Tuna dan Cakalang di Indonesia menjadi sangat penting untuk diketahui.

Tuna dan spesies ikan pelagis besar, umumnya, merupakan ikan yang beruaya jauh (highly migratory fish) atau berada di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif dari suatu atau lebih negara dan laut lepas. Makanya, pengelolaan harus dilakukan melalui kerjasama regional dan atau internasional.
Pasal 10 ayat (2) Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 45 Tahun 2009 disebutkan bahwa pemerintah ikut serta secara aktif dalam keanggotaan badan/lembaga/organisasi regional dan internasional.
Selanjutnya, pemerintah juga telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengesahan Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nations Conventions on the Law of the Sea of 10 December 1982 Relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stock and Highly Migratory Fish Stock (United Nation Implementing Agreement – UNIA 1995).
Pengesahan UNIA 1995 merupakan komitmen Indonesia untuk bekerjasama dengan berbagai negara di dunia dalam rangka pengelolaan Tuna yang berkelanjutan.
Daerah penangkapan Tuna dan Cakalang tersebar mulai dari kawasan barat sampai timur Indonesia. Kawasan barat meliputi wilayah pengelolaan perikanan Samudera Hindia.
Untuk kawasan timur mencakup wilayah pengelolaan perikanan Selat Makasar dan Laut Flores, wilayah pengelolaan perikanan Laut Banda, Laut Maluku, Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik.
Sejak berdiri PT (Persero) Perikanan Samodra Besar pada 1972, Tuna long line berkembang di Zona Ekonomi Eklusif Indonesia (ZEEI) Samudera Hindia.
Eksploitasi Tuna skala industri terutama menggunakan alat tangkap Tuna long line untuk menangkap ikan Tuna besar pada kedalaman di atas dan di bawah lapisan thermoklin (100 sampai dengan 300 meter).
Untuk menangkap Tuna besar selain dengan Tuna long line digunakan juga alat tangkap pancing ulur, yang beroperasi di sekitar rumpon laut dalam.
Di kawasan timur Indonesia alat ini berkembang di beberapa daerah antara lain, Sulawesi Utara, Teluk Tomini, Laut Maluku dan Selat Makassar.
Sejak mulai beroperasi perusahaan pukat cincin joint venture di Sulawesi Utara, berkembang alat tangkap pancing ulur tipe Filipina yang disebut pumpboat.
Alat ini menggunakan jukung motor yang besar yang dapat beroperasi sampai dengan 2 minggu atau lebih.
Adapun penyebaran ikan Cakalang di Indonesia meliputi Samudera Indonesia, pantai barat Sumatera, Selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, perairan Indonesia Timur meliputi Laut Banda, Laut Flores, Laut Maluku dan Laut Makassar.
Penangkapan ikan Cakalang dapat dilakukan sepanjang tahun. Namun, penentuan lokasi penangkapan ini ditentukan oleh musim berbeda untuk setiap perairan.

Hasil yang diperoleh berbeda dari musim ke musim dan bervariasi pula menurut lokasi penangkapan.
Saat-saat dengan hasil lebih banyak dari biasanya disebut musim puncak dan bila penangkapan lebih sedikit dari biasanya disebut musim paceklik.
Daerah penyebaran Ikan Tuna dan Cakalang di Indonesia meliputi Laut Banda, Laut Maluku, Laut Flores, Laut Sulawesi, Laut Hindia, Laut Halmahera, perairan utara Aceh, barat Sumatera, selatan Jawa, utara Sulawesi, Teluk Tomini, Teluk Cendrawasih dan Laut Arafura.
Daerah produksi utama ikan ini terdapat di Kawasan Indonesia Timur yang mencakup Laut Banda, Laut Maluku, Laut Sulawesi, Laut Halmahera, Teluk Cendrawasih dan Laut Arafura, Bitung, Ternate, Ambon dan Sorong.
Provinsi Sulawesi Utara tepatnya di Kota Bitung merupakan basis pengembangan perikanan Tuna dan Cakalang terbesar dari beberapa wilayah pengembangan yang ada di Kawasan Indonesia Timur.
Lokasi Kota Bitung sangat strategis terletak di antara dua wilayah pengelolaan perikanan yaitu perairan Laut Maluku (WPP-715) dan perairan Laut Sulawesi (WPP-716). Untuk Kawasan Indonesia Barat, sentra perikanan Tuna dan Cakalang salah satu yang terbesar adalah di Kabupaten Malang.*
Maulana Firdaus “Profil Perikanan Tuna dan Cakalang di Indonesia.” Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Jakarta. Buletin Ilmiah “MARINA” Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol. 4 No.1 Tahun 2018: 23-32.
Komentar tentang post