Jalan Menuju Penanganan Perubahan Iklim (2)

PROF DR EDVIN ALDRIAN

Habibie award

FOTO: TWITTER/@HABIBIECENTER

Einstein pernah berkata: apabila kita tidak dapat menerangkan sesuatu masalah dengan sederhana, maka sesungguhnya kita tidak memahaminya.

Rekayasa Instrumentasi

Salah satu penentu kunci keberhasilan program perubahan iklim baik dalam hal mitigasi dan adaptasi sangat tergantung dari program observasi kondisi cuaca dan iklim baik di darat, udara maupun di laut. Program observasi secara historis dilakukan secara manual dan memakai instrumentasi klasik secara terus menerus.

Guna menunjang keberhasilan dan turut melakukan program perbaikan observasi, diperlukan peningkatan mutu observasi melalui rekayasa instrumentasi observasi yang memadai. Salah satu instrumen observasi penting mengenai cuaca adalah radar cuaca yang hingga kini hampir 100 persen impor.

Pengembangan rekayasa radar cuaca sangat dibutuhkan untuk menambah jaringan observasi yang kemudian dapat dianalisa guna kepentingan pengembangan peringatan dini kondisi ekstrim dan navigasi penerbangan. Pengembangan rekayasa radar cuaca dimulai dengan memakai teknologi X-band continuous wave system.

Sistim radar cuaca ini diupayakan untuk bekerja di bandara perintis dengan tingkat ketepatan tinggi pada jarak hingga 60 kilometer dan memakai sumber daya 30 watt. Dengan sumber daya minimal ini, maka dapat dipasang di daerah terpencil di berbagai bandara perintis di Indonesia.

Rekayasa Instrumentasi lain yang dikembangkan adalah pengamatan parameter laut dengan rekayasa instrumen laut wahana selam bernama sea track glider. Sebuah alat observasi yang bekerja autonomous dengan mesin buoyancy yang dapat bekerja sendiri mengukur kondisi laut dari permukaan ke kedalaman.

Alat ini dikontrol saat keluar ke permukaan laut dengan komunikasi data satelit melalui stasiun pengontrol yang kemudian mengatur arah rute observasi instrumen tersebut.

Selain kedua instrumen tersebut juga direkayasa alat pemantau kualitas udara yang dapat berguna bagi pengamatan selama episode kebakaran hutan. Selanjutnya dilakukan rekayasa komputasi untuk pengamatan kondisi kekeringan dan banjir dengan program Drought Early Warning System dan Flood Early Warning System (DEWS/FEWS). Rekayasa pengamatan lanjutan untuk memantau keparahan kekeringan dengan pembuatan peta hari tanpa hujan berturut-turut.

Berbagai rekayasa tersebut dipercaya dapat membantu mempercepat pemahaman kondisi riil mengenai perubahan iklim yang terjadi.

Rekayasa Sosial

Selain rekayasa fisik di atas, dibutuhkan perubahan secara sosial kondisi masyarakat yang dapat mendukung berbagai program perubahan iklim. Fokus perubahan diutamakan dalam hal pendidikan, terutama pada pendidikan dasar.

Untuk melakukan perubahan ini, diperlukan pengenalan dan pemahaman dasar mengenai perubahan dengan sebuah pendekatan modul kurikulum dasar. Yang menjadi sasaran perubahan kurikulum ini adalah pengajar atau guru.

Kurikulum bekerja pada pengajar di tingkat SD, SMP dan SMU, serta SMK Khusus Pertanian dan Kelautan. Selain dari rekayasa sosial melalui pembuatan kurikulum perubahan iklim, juga perlu ditambah dengan berbagai wahana ajar lain seperti buku saku dan komik sederhana.

Komik sederhana mengenai perubahan iklim ini diharapkan dapat menjadi media komunikasi yang handal yang dapat diterima dan dimengerti dengan cepat.

Berdiri sebagai peneliti yang sering dituduh berada di menara gading, perlu turun gunung dengan menulis di media masa. Bahasa media masa bukanlah bahasa akademi atau penelitian. Perlu pendekatan khusus untuk menguasai bahasa populer di media masa.

Seyogyanya peneliti perlu komunikatif untuk bicara secara sederhana. Sesungguhnya ilmu maupun kebijakan tanpa pengertian masyarakat akan sia-sia. Dukungan diawali oleh pengertian bersama.

Beberapa kebijakan publik terkadang didahului pembentukan opini dan debat publik. Terkadang memahami kejadian yang rumit harus dengan bahasa yang sederhana dan lugas ke publik.

Einstein pernah berkata: apabila kita tidak dapat menerangkan sesuatu masalah dengan sederhana, maka sesungguhnya kita tidak memahaminya.

Resiliensi Kultural

Guna memperkuat peran serta masyarakat secara menyeluruh, maka perlu dilakukan perubahan kultural terus-menerus. Program peningkatan kapasitas melalui sosialisasi dan outreach terus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap dasar perubahan iklim. Karena kasus ini bersifat global, perlu dilakukan update pengetahuan yang dapat terus dipakai untuk peningkatan kapasitas.

Peningkatan kapasitas dilakukan pada kalangan umum, akademisi dan media. Biasanya, di kalangan pemerintah sudah dilakukan melalui berbagai program. Justru yang diperlukan adalah sosialisasi ke berbagai perguruan tinggi yang diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang paham perubahan iklim dan kemudian menjadi komunitas yang resilien atau tangguh iklim.

Program sosialisasi perubahan iklim dilakukan di berbagai kampus di dalam negeri. Selain itu, program outreach terutama melalui program outreach IPCC di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan dan Asia Barat.

Prof Dr Edvin Aldrian BEng, MSc adalah profesor bidang meteorologi dan klimatologi di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Pada 13 November menerima Penganugerahan Habibie Award Periode XX – Tahun 2018 dari Yayasan Sumber Daya Manusia dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SDM-Iptek) The Habibie Center bidang ilmu rekayasa. Tulisan ini dalam rangka penerimaan penghargaan Habibie Award 2018 untuk bidang Ilmu Rekayasa.

Exit mobile version