Darilaut – Meski sudah dideskripsikan lebih dari 260 tahun lalu, ubur-ubur api dengan nama binomial Physalia physalis masih menyisakan misteri panjang.
Secara ilmiah, ubur-ubur api telah dipublikasikan oleh Linnaeus pada tahun 1758. Selama 2,5 abad, taksonomi hewan tersebut telah mengalami beberapa kali revisi.
Dalam jurnal Oseana (2020) peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Mochamad Ramdhan Firdaus, mengatakan ubur-ubur api selain menunjukan banyak fakta menarik, juga masih menyisakan banyak misteri bagi ilmuwan.
Firdaus menguraikan soal ubur-ubur api dengan judul “Aspek Biologi Ubur-ubur Api, Physalia physalis (LINNAEUS, 1758)“.
Sengatan ubur-ubur api dapat menyebabkan beberapa gangguan fisiologis. Orang yang tersengat ubur-ubur api dapat mengalami rasa terbakar pada kulit, eritema, sesak napas, kejang-kejang, hingga gagal jantung.
Yang masih menyisakan misteri adalah siklus hidupnya. Siklus hidup ini belum sepenuhnya diketahui karena fase telur dan planulanya belum terobservasi.
Selain itu, silang pendapat mengenai keanekaragaman ubur-ubur api masih belum menemui titik terang. Sebagian peneliti meyakini bahwa ubur-ubur api hanya terdiri dari satu jenis saja (monotypic), yaitu P. physalis, sedangkan P. utriculus (Gmelin, 1788) dan P. pelagica (Lammarck, 1801) masih jenis yang sama (sinonim).
Komentar tentang post