Jakarta – Dewan Pakar DPP Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO) menyoroti bahaya sampah plastik di laut Indonesia. Anggota Dewan Pakar ISKINDO Dr Agung Dhamar Syakti M.Sc mengatakan, sampah plastik dapat melepas senyawa kimia aditif yang beracun. Senyawa kimia yang terlepas dari plastik, jika termakan ikan, akan memberikan efek bahan kimia yang dapat mempengaruhi perkembangan dan reproduksi ikan akibat gangguan hormon endokrin.
Plastik ini, baik berupa botol dan kemasan lainnya terombang-ambing, terbawa arus dan gelombang di lautan. Plastik sejatinya, tidak mudah terurai dalam waktu cepat atau butuh periode yang lama, puluhan hingga ratusan tahun. Namun, karena proses penyinaran matahari serta faktor oseanografi berupa arus, gelombang dan pasang yang membuat plastik tersebut terpecah-pecah menjadi partikel-partikel yang sangat kecil (debris).
“Plastik yang terombang-ambing di lautan ini ada yang digigit burung atau biota laut lainnya, yang memakan debris tersebut,” kata Agung yang juga Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Kepulauan Riau ini.
Anggota Dewan Pakar ISKINDO Dr Widodo Pranowo, M.Sc mengatakan mikroplastik yang telah mencemari laut Indonesia, rata-rata dengan sebaran konsentrasi pemukiman penduduk, terutama di Pulau Jawa.
“Seperti perairan Pulau Biawak di Indramayu, Kepulauan Seribu, dan Perairan Banten,” kata Widodo yang juga peneliti Oseanografi Pusat Riset Kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Kondisi yang sama terjadi di Selat Makassar, Selat Bali dan Selat Rupat. Selanjutnya di Taman Nasional Taka Bonerate, Flores, Taman Nasional Bunaken, Taman Nasional Bali Barat, dan Laut Banda. Mikroplastik yang mencemari lautan Indonesia beragam. Namun cemaran terluas ada di Taman Nasional Bunaken, yakni 50 hingga 60 ribu partikel per kilometer persegi.
Seperti diketahui, mikroplastik merupakan plastik dengan ukuran kurang dari 5 mm yang dihasilkan dari penguraian alami, baik secara fisik, kimia, maupun biologi.
Wakil Ketua Dewan Pakar ISKINDO Dr Munasik M.Sc mengatakan saat ini kita menghadapi krisis lingkungan. Masalah lingkungan ini harus sungguh-sungguh mendapat perhatian yang serius. “Seperti sampah laut atau pencemaran,” kata ahli terumbu karang dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini.*
Komentar tentang post