Kompresor dengan Membran Oksigen bagi Nelayan, Hasil Inovasi Mahasiswa IPB

Tiga mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB, Sejahtera, Annisa Rizki Khairani dan Shintia. FOTO: DOK. IPB.AC.ID

Jakarta – Kompresor dengan mengaplikasikan membran oksigen sebagai alat penyaring untuk digunakan nelayan, mulai diperkenalkan. Hasil inovasi ini diciptakan tiga mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Ketiga mahasiswa IPB ini masing-masing Sejahtera, Annisa Rizki Khairani dan Shintia. Kreativitas ini dibawah supervisi Dr Akhiruddin Maddu.

Menurut ketua tim, Sejahtera, umumnya kompresor menggunakan filter normal. Ini yang menyebabkan semua partikel atau gas masuk ke kompresor. Kompresor ini biasanya menyaring semuanya ke dalam tabung.

“Karena itu, kami mengaplikasikan membran oksigen sebagai alat penyaring kompresor,” kata Sejahtera seperti dikutip ipb.ac.id.

Tim ini telah menciptakan Kompresor Oksigen Murni Berbasis Teknologi Membran Oksigen untuk Memastikan Kesehatan Penyelam (Pure Oxygen Compressor Based on Oxygen Membrane Technology to Ensure The Health of Divers).

Biasanya para penyelam kompresor tidak memperhatikan peralatan yang digunakan, kesehatan dan keselamatan. Penemuan kompresor mahasiswa IPB ini bisa menjadi salah satu alternatif keselamatan saat menyelam.

Banyak nelayan mencari biota laut yang ada di kedalaman dengan menggunakan kompresor sebagai alat bantu pernapasan. Survei di Kepulauan Seribu, tingginya harga oksigen isi ulang yang membuat nelayan memilih menggunakan kompresor untuk bernafas di bawah air.

Kompresor membutuhkan biaya lebih sedikit dan dapat digunakan untuk bernafas di bawah air dalam jangka waktu yang lama. Namun, menurut pandangan medis, penggunaan kompresor udara sebagai bantuan pernapasan, dapat mempengaruhi kesehatan penyelam.

Penggunaan kompresor dapat menyebabkan berbagai penyakit, seperti sesak napas, napas cepat, pusing, halusinasi dan tekanan darah menurun. Selain itu, pingsan, depresi pernafasan, depresi saraf pusat, dan kematian.

Penyakit-penyakit itu terjadi karena sistem kerja kompresor tidak bisa menyaring udara yang masuk dengan baik. Bukan hanya oksigen yang bisa masuk ke kompresor, tetapi nitrogen (N), dan karbon dioksida (CO2). Bahkan asap dari mesin kompresor bisa masuk ke tabung yang udaranya akan dihirup oleh penyelam.

Seperti diketahui, banyak nelayan di berbagai daerah bergantung pada pencarian penangkapan ikan dengan menggunakan kompresor. Terdapat korban yang meninggal dan cacat tubuh akibat menggunakan alat bantu pernapasan kompresor ini.

Korban meninggal karena penggunaan kompresor seperti di Aceh, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan yang mencari ikan di Kepulauan Seribu.

Sesuai pasal 9 ayat (1) Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, disebutkan “Setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang menggangu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia”.

Penjelasan Pasal 9 ayat (1) tersebut mengungkapkan alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang menggangu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan termasuk diatarannya jaring trawl atau pukat harimau, dan/atau kompresor.

Meski sudah banyak yang meninggal dan cacat tubuh akibat menggunakan kompresor, sejumlah nelayan menginginkan alat bantu penangkapan ikan ini tidak dilarang.

Hasil inovasi mahasiswa IPB ini perlu diujicoba terlebih dahulu, sebelum disosialisasikan agar kesehatan dan keselamatan nelayan terjaga. Selanjutnya petunjuk bagaimana menggunakan alat tersebut. Selain itu, pemahaman dan dampingan teknis agar nelayan tidak serampangan menangkap ikan dan biota laut lainnya.*

 

Exit mobile version