Radar Pantai untuk Keselamatan Nelayan

Wakatobi AIS

Teknologi Wakatobi AIS untuk keselamatan nelayan. FOTO: KKP.GO.ID

KETIKA melaut, nelayan seringkali terjebak cuaca yang kurang bersahabat dan gelombang besar. Ada yang hilang, terbawa arus dan gelombang, serta terdampar.

Seperti yang dialami Aldi Novel Adilang, seorang penjaga rumpon (rompong) yang berlokasi dengan jarak 125 kilometer dari pesisir utara Manado, Sulawesi Utara. Aldi hanyut selama 49 hari di laut lepas.

Aldi hanyut pada 14 Juli 2018 akibat terlepasnya tali pengait jangkar. Pada 31 Agustus 2018, kapal tanker MV Arpeggio berbendera Panama menemukan Aldi dan rumpon di perairan Guam.

Kini, dengan radar pantai, nelayan dapat menggunakan teknologi ini untuk keselamatan di laut. Teknologi ini disebut Wakatobi AIS. Singkatan dari Wahana Keselamatan dan Pemantauan Objek Berbasis Informasi AIS (Automatic Identification System).

Teknologi ini dikembangkan peneliti dan perekayasa Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan (LPTK) Wakatobi. Wakatobi AIS diciptakan atas identifikasi terhadap tiga masalah utama yang dihadapi nelayan dalam melaut.
Pertama, kurangnya kesiapan operasi nelayan dalam hal penguasaan informasi mengenai kondisi meteorologi di area target penangkapan ikan.

Kedua, perlunya peningkatan pemantauan armada-armada nelayan tradisional oleh otoritas di darat untuk mendukung ekstraksi sumberdaya alam yang berkelanjutan. Sekaligus sebagai data penting dalam proses rescue saat para nelayan mengalami musibah di laut.

Ketiga, sulitnya nelayan tradisional dalam mengabarkan kondisi darurat yang mereka alami akibat terbatasnya moda komunikasi di laut, sehingga upaya penyelamatan tertunda.

AIS transponder berbentuk kotak dengan dimensi 14,5x13x20 sentimeter. Panjang antena 100 sentimeter. Setiap unit memiliki bobot 0,6 kilogram agar bisa diaplikasikan pada kapal/perahu nelayan yang berukuran kecil, khususnya yang armada berbobot di bawah 1 GT (Gross Ton).

Alat ini didesain dapat bekerja secara portabel dengan baterai sebagai sumber tenaga yang bisa diisi ulang setiap 20 jam pemakaian.

Untuk meningkatkan keselamatan nelayan, terdapat tiga tombol pada perangkat ini. Pertama, tombol power. Kedua, penanda lokasi tertentu (custom tag). Ketiga, tombol darurat (distress).

Pengoperasiannya pun cukup mudah. Fungsi dasar AIS yang dimiliki memungkinkan lokasi dan pergerakan nelayan terpantau detik per detik pada stasiun penerima (Vessel Traffic System/VTS).

Dengan demikian, jika suatu saat mereka mengalami masalah di laut seperti mesin kapal mati, tenggelam, atau dirampok, maka rekaman lokasi para pengguna akan mempermudah pencarian.

Selain itu, nelayan juga bisa secara aktif memberikan kabar darurat ke seluruh perangkat penerima AIS lainnya.

Dengan menekan tombol distress, maka perangkat akan melakukan broadcast pesan AIS selama selang waktu tertentu untuk memastikan pesan teks tersebut dapat terkirim dengan sempurna.

Teks pesan darurat bisa berupa kode bahaya dan identitas yang meliputi nama kapal. Selain itu, pelabuhan asal dan nomor telepon yang bisa dihubungi, serta informasi lain yang sebelumnya diprogram ke dalam perangkat.
Wakatobi AIS dirancang dapat terkoneksi ke sistem pemantauan lalulintas kapal (VTS) yang biasa terdapat pada pelabuhan-pelabuhan dan otoritas pelayaran.

Alat ini dapat terbaca oleh perangkat AIS pada kapal non perikanan, sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan kapal nelayan akibat kapal besar. Sekaligus meningkatkan jangkauan penggunaan alat, kendati alat ini dioperasikan di luar dari jangkauan stasiun darat seperti VTS.

Dengan dikembangkannya Wakatobi AIS, diharapkan kecelakaan laut yang sering terjadi di seluruh Indonesia seperti kapal hanyut, nelayan hilang atau kapal tenggelam yang kerap dialami nelayan kecil pencari tuna dapat dihindari.

Pada Rabu (10/10), di Jembrana Bali, setelah melakukan dialog dengan nelayan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meluncurkan teknologi perikanan yang dikembangkan Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM). Teknologi ini diberi nama Wakatobi AIS dan Aplikasi Laut Nusantara.

Menteri Susi mengatakan, temuan ini sangat bermanfaat bagi nelayan. Sudah seharusnya hasil riset tidak hanya dibiarkan diam di komputer masing-masing peneliti.

“Penemuan-penemuan ini selayaknya dimunculkan dan disebarluaskan,” kata Susi.

Kepala BRSDM Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sjarief Widjaja mengatakan, pengembangan Wakatobi AIS didesain khusus sesuai karakteristik nelayan kecil Indonesia. Karena itu, bentuk, ukuran, dan energi yang digunakan dirancang sesederhana mungkin agar tak menyulitkan nelayan tradisional.*

Exit mobile version