Koleksi Lebah Raksasa Maluku Utara Ada di Museum Inggris, Belanda, Amerika Serikat

Lebah madu spesies Apis mellifera (kiri) dibandingkan dengan lebah raksasa Wallace, Megachile pluto. FOTO: JW Porter-AC Messer/SCI-NEWS.COM

Darilaut – Lebah raksasa Wallace atau lebah pluto (Megachile pluto Smith 1861) telah dikoleksi di sejumlah musem besar di dunia. Koleksi lebah raksasa ini berada di Inggris, Belanda, dan Amerika Serikat.

Lebah terbesar di bumi yang pertama kali ditemukan naturalis asal Inggris Alfred Russel Wallace, kembali terlihat di Tidore Kepulauan, Maluku Utara, Senin 19 Oktober 2020.

Pada Januari 2019, seperti dikutip dari Sci-news.com, sejumlah ahli biologi dan fotografer spesialis mendokumentasikan lebah, menelusuri kembali spesies tersebut di Maluku Utara.

Berhasil, tim ini menemukan seekor lebah betina raksasa masih dalam keadaan hidup. Temuan ini kemudian difilmkan oleh tim yang berasal dari Amerika, Kanada, dan Australia.

Lebah raksasa ini masuk dalam daftar pencarian spesies yang hilang di dunia oleh Global Wildlife Conservation (GWC).

Setelah Januari 2019, lebah ini kembali ditemukan kembali oleh pencari getah damar bernama Antonius di kawasan Resort Tayawi, Kota Tidore Kepulauan.

Dalam siaran pers Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), 27 Februari 2019 lalu, kabar ditemukannya kembali lebah raksasa Wallace di Maluku Utara menjadi perbincangan hangat di kalangan ilmuwan, terutama bidang zoologi.

Sejak penemuan pertamanya, lebah raksasa ini telah ditemukan beberapa kali yaitu pada tahun 1863, 1951, 1953, 1981, dan 1991.

“Kendati jenis asli dan endemik Indonesia, namun koleksi ilmiah lebah raksasa Wallace belum tersimpan di Museum Zoologicum Bogoriense sebagai pusat depositori nasional sekaligus museum zoologi terbesar di Asia Tenggara,” kata Pelaksana Tugas Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI, Joeni Setijo Rahajoe, seperti dikutip dari Lipi.go.id.

Penemuan ini memberikan harapan baru di tengah cepatnya penurunan keanekaragaman jenis dan populasi serangga secara global.

Lebah ini memiliki rahang bawah (mandibula) yang sangat besar. Dikoleksi oleh Alfred Russel Wallace pada tahun 1859 dan kemudian dideskripsi dan diberi nama oleh Frederick Smith pada tahun 1861.

Joeni mengatakan, dari 29.794 nomor koleksi bangsa Hymenoptera (lebah, tawon dan semut) terdapat 4.368 nomor koleksi lebah (Apidae).

Namun hanya beberapa koleksi lebah dari marga Megachile, yang memiliki mandibula besar, di antaranya Megachile clotho, M. lachesis, M. catinifrons, dan M. disjuncta.

“Hal ini yang akan menjadi perhatian kami untuk dapat memprioritaskan penemuan jenis-jenis langka dan endemik agar dapat menjadi referensi ilmiah bagi masyarakat Indonesia dan internasional,” ujar Joeni.

Menurut Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cahyo Rahmadi, tahun 2018 jenis ini ditemukan kembali dan dipublikasikan pada Journal of Insect Conservation dan dilaporkan juga memiliki nilai ekonomi tinggi.

Lebah ini, kata Cahyo, rentan terhadap perburuan dan kepunahan. Pengambilan koleksi lebah raksasa dengan tidak memperhatikan keberadaan sarang dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup dari generasi lebah berikutnya sehingga meningkatkan resiko kepunahan jenis.

Peneliti lebah Pusat Penelitian Biologi LIPI, Sih Kahono mengatakan, lebah raksasa Wallace adalah salah satu dari 456 jenis lebah yang dapat ditemukan di Indonesia dan hanya ditemukan di sejumlah pulau di Maluku Utara.

Menurut Sih Kahono, perilaku lebah Wallace sangat unik. Lebah betina menggunakan resin dari tanaman seperti Anisoptera thurifera untuk membuat sarang di dalam sarang rayap Microcerotermes amboinensis.

Keunikan asosiasi seperti ini masih belum banyak diketahui sehingga perlu penelitian lebih lanjut.
Lebah raksasa Wallace sendiri telah masuk dalam kategori rentan (vulnerable) dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Perlu upaya konservasi yang terukur pada masa mendatang agar dapat memastikan kelangsungan hidup jenis tersebut dan habitatnya.

LIPI mendukung upaya semua pihak termasuk peneliti, pengamat, konservasionis, dan pihak lainnya baik dalam maupun luar negeri untuk bersama-sama memberikan perhatian kepada kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia. Sekaligus melakukan upaya penyelamatan berbagai jenis-jenis endemik Indonesia serta jenis-jenis yang terancam punah.

LIPI juga mengimbau semua pihak yang ingin berkontribusi dalam upaya pengungkapan keanekaragaman hayati, penyelamatan jenis dan habitatnya untuk menghormati dan mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku di Republik Indonesia.

Exit mobile version