Apa itu Tanaman Transgenik? Ini Penjelasan Ahli Dari BRIN

Ilustrasi jagung. FOTO: DARILAUT.ID

Darilaut – Produk bioteknologi tanaman terus berkembang untuk mengatasi kebutuhan dan ketersediaan pangan. Produk bioteknologi tersebut adalah tanaman transgenik.

Tanaman transgenik memiliki banyak istilah, seperti Genetically Modified Organism (GMO) dan PRG (Produk Rekayasa Genetika).

Tanaman transgenik atau GMO adalah tanaman yang telah disisipi atau memiliki gen asing dari spesies tanaman yang berbeda/ sama atau makhluk hidup lainnya melalui bioteknologi modern.

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Hortikultura Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Tri Joko Santoso, menjelaskan bahwa teknologi untuk merakit tanaman transgenik yaitu rekayasa genetik.

Dalam Webinar Talk To Scientists, “Teknik dan Proses Perakitan Tanaman GMO di Indonesia” pada Selasa (30/1), menurut Joko, GMO dapat menjawab berbagai tantangan untuk mendukung ketahanan pangan.

Tantangan tersebut yaitu, pertama, adanya pertambahan penduduk yang semakin meningkat. Pada 2035 diprediksi akan mencapai 305 juta jiwa atau lebih yang membutuhkan ketersediaan pangan yang cukup bagi pertumbuhan penduduk.

Tantangan kedua, kata Joko, dampak perubahan iklim. Menurut Joko, terdapat beberapa aspek yang terkait dampak perubahan iklim ini, seperti munculnya cekaman yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Kekeringan yang berkepanjangan, banjir, dan ancaman Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).

Ketiga, tuntutan kualitas pangan, makan sehat, bergizi, dan kandungan nutrisi tertentu. Keempat, sumber daya lahan berupa alih fungsi lahan, dan lahan sub-optimal, ujar Joko.

Beberapa tanaman GMO yang sudah dikenal masyarakat, yaitu jagung dan kedelai GMO toleran herbisida yang komersialisasinya sudah cukup masif. Jagung dan kedelai ini sudah disisipi dengan gen toleran terhadap aplikasi herbisida.

Sederhananya, kata Joko, ketika kita menanam jagung dan kedelai GMO di dalam pengendalian gulmanya kita tidak perlu repot untuk mencabuti setiap gulma yang ada di lahan tersebut.

Cukup dengan mengaplikasikan herbisida karena tanaman ini tahan terhadap herbisida, dan gulmanya akan mati. Padi emas juga termasuk tanaman GMO, yang mengandung beta-karoten (pro vitamin A) pada bagian endosperm.

Contoh tanaman GMO lainnya terdiri dari, kentang, tomat, kapas, padi Nue padi yang efisien nitrogen. Untuk tanaman GMO pada level global antara lain, apel, terong, nanas, dan sebagainya.

Joko mengatakan terdapat berbagai keuntungan tanaman GMO, yaitu mengurangi aplikasi herbisida atau pestisida. Mengurangi penggunaan pupuk, adaptasi perubahan iklim, dan produksi yang meningkat.

Rekayasa genetika dapat menjadi pilihan untuk diaplikasikan dalam mengantisipasi perubahan iklim. Produk GMO telah diadopsi secara global dan terbukti banyak memberikan keuntungan.

Joko menyarankan Indonesia perlu mempertimbangkan untuk memanfaatkan GMO untuk membantu mengatasi kebutuhan pangan yang meningkat dan antisipasi perubahan iklim.

Peneliti dari Pusat Riset Teknologi Pengujian dan Standar BRIN, Bambang Prasetya, mengatakan, kontribusi bioteknologi tanaman pangan pada 1996-2018, meningkatkan produktivitas tanaman sebesar 822 juta ton senilai 225 Miliar US$. Melestarikan keanekaragaman hayati dengan menyelamatkan 231 juta hektar lahan.

Kontribusi selanjutnya, kata Bambang, pengelolaan lingkungan dengan menghemat 776 juta kg pestisida dan bahan kimia pelindung tanaman lainnya. Pengurangan emisi CO2, dan membantu mengentaskan kemiskinan sekitar 16-17 juta petani kecil di beberapa negara berkembang.

Menurut Bambang, tujuan pengembangan produk GMO dengan perakitan pada tanaman, agar tahan dari serangan serangga, virus, herbisida, kekeringan. Kemudian, perbaikan nutrisi, peningkatan hasil panen, target komponen bahan/ aktif tanaman industri.

Untuk regulasi ini pemerintah menjamin bahwa produk GMO adalah aman, maka di situ ada yang namanya Biosafety Regulation, ada juga Bioethics, dan Conformity Assesment.

Peran BRIN, kata Bambang, sangat diperlukan untuk mendorong terjadinya proses hilirisasi produk-produk GMO.

Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN, Puji Astuti, mengatakan, melalui GMO atau PRG ini dimungkinkan untuk mengembangkan varietas tanaman dengan produktivitas tinggi.

“Tahan hama penyakit juga tahan perubahan iklim, waktunya lebih pendek dibandingkan dengan cara konvensional,” kata Puji, mengutip Brin.go.id.

“Memiliki potensi untuk mencapai ketahanan pangan, tidak hanya nasional tapi juga pangan dunia di masa depan.”

Exit mobile version