Jangan Habiskan Mangrove

Tambak

Konversi lahan mangrove menjadi areal tambak. FOTO: DARILAUT.ID

Jakarta – Pengusaha budidaya diminta untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak melakukan eksploitasi berlebihan.

“Pembukaan lahan tambak juga tidak boleh lupa menyisakan lahan untuk bakau. Selain menjaga abrasi, bakau ini juga benteng environment yang memfilter Anda punya kualitas air,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, saat seminar Innovative Aquaculture bertajuk ‘Sci Days Class: Menuju Kejayaan Udang Nasional untuk Meraih Devisa’ di JiExpo, Kemayoran, Kamis (29/11) di Jakarta.

Kegiatan ini rangkaian acara Aquatica Asia dan Indoaqua 2018 yang mengusung tema ‘Transform Aquaculture Business Into Industry 4.0’. Seminar dihadiri para stakeholder perikanan budidaya, baik udang, ikan, hingga pakan dari berbagai wilayah di Indonesia.

Menteri Susi mengatakan, para pelaku usaha budidaya mengikuti tren dan gaya hidup sesuai perkembangan zaman. Saat ini gaya hidup global menginginkan hal-hal organik.

Artinya, menurut Susi, kandungan kimia, zat adiktif, dan zat berbahaya yang dulu lumrah digunakan kini sudah tak diterima lagi. Orang-orang menyenangi bahan makanan yang sehat, alami, dan dikembangkan dengan sistem yang ramah lingkungan.

Untuk dapat memulai bisnis yang baik, kata Susi, pengusaha harus bisa membuat perencanaan dan melihat pangsa pasar yang dapat dibidik. Banyak negara turut andil melindungi industri dalam negeri, sebagai upaya menjaga ketahanan ekonomi dan keamanan pangan (food security).

Menteri Susi mengingatkan agar semua pihak bekerja sama untuk memajukan perekonomian perikanan, utamanya budidaya.

Susi mengatakan, Indonesia dapat membidik pasar non-tradisional, seperti di Timur Tengah dan Afrika untuk memasarkan produk udang Indonesia dan juga mengoptimalkan pasar domestik.

“Mungkin kita kembali ke monodon (udang windu), itu udang asli negeri kita. Nah, saat sekarang ini (ketersediannya) agak kurang di dunia, (karena) kebanyakan udangnya sekarang semua vaname,” ujar Susi.

Udang Vaname. FOTO: DARILAUT.ID

Namun, udang vaname sangat rentan terkena outbreak (wabah). Beruntung, sebagai archipelagic state, Indonesia mungkin tidak akan mengalami outbreak yang parah seperti yang mungkin terjadi di Ekuador atau Thailand. Meski demikian, para pelaku usaha budidaya untuk tetap waspada.

Menteri Susi meminta para pengusaha untuk mengikuti prosedur-prosedur karantina yang telah ditetapkan. Hal ini untuk mewujudkan sustainable aquaculture yang sangat penting baik secara finansial maupun kelestarian lingkungan.

Susi mengatakan, budidaya sejak 30 tahun terakhir digiatkan di seluruh dunia. Ini karena kebutuhan pangan manusia yang makin hari kian banyak dan tidak akan pernah berkurang karena pertumbuhan penduduk dunia masih terus berlanjut. Indonesia hampir konsisten masih menambah penduduknya di atas 2 juta orang tiap tahun.

Pertambahan jumlah penduduk ini menurut Menteri Susi dapat dimanfaatkan para pelaku usaha perikanan, termasuk perikanan budidaya sebagai lahan bisnis.

“Kalau 2 juta orang dihitung 10 persennya makan seafood, itu 200.000 orang. Kalau Bapak baca sekarang ini posisi BPS, jumlah konsumsi ikan per kapita Indonesia sudah 46 kilogram. Berarti bapak tinggal hitung 200.000 kali 46 kg. Pangsanya bapak apa? Udang? Nah mungkin 10 persen dari pangsa itu adalah udang. Berapa ribu ton diperlukan udang itu Pak tiap tahun,” katanya.

Susi mengimbau agar pengusaha tidak berlaku curang. Pengusaha yang berlaku curang dengan menjual produk perikanan negara lain atas nama Indonesia juga dapat ketahuan.

Saat ini teknologi telah semakin canggih, sehingga asal produk perikanan dapat diketahui melalui uji DNA. Hal ini sebagaimana kasus kemenangan Indonesia melawan kapal illegal fishing beberapa waktu lalu.

Indonesia menang atas kapal pelaku illegal fishing yang membawa 3.000 ton ikan dengan melakukan tes DNA. Melalui tes DNA, terbukti itu ikan Indonesia.*

Exit mobile version