Darilaut – Literasi tentang siklon tropis masih belum sepenuhnya dipahami secara benar di Indonesia.
Ahli klimatologi di Pusat Penelitian Iklim dan Atmosfer – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr. Erma Yulihastin melalui akun Twitter @EYulihastin, mengatakan, masih banyak anggapan di Indonesia tidak mungkin akan terkena badai tropis.
Menurut Erma pengetahuan masyarakat bahwa ada anomali dari sistem badai besar berupa vorteks yang bertahan lama (persisten) dan terus berlanjut (sustain) di dekat wilayah mereka masih minim.
Yang diketahui, hujan angin biasa yang dialami secara singkat, seperti cuaca ekstrem sehari-hari.
Siklon tropis Herman yang terbentuk Rabu (29/3) di Samudra Hindia. Menurut Erma, pantauan siklon Herman dari satelit awan Himawari. Semua hujan di Sumatra dan Jawa jelas karena pengaruh dari Herman.
Sistem ini menciptakan bentuk garis-garis juga bulat-bulat awan di Sumatra-Jawa.
Efeknya sudah dimulai dengan adanya hujan badai dalam pola memanjang bernama squall line yang dihantarkan oleh siklon Herman ke Sumatra dan Jawa, kata Erma. Pola ini sekarang dimulai dari Jabodetabek.
Erma menjelaskan angin kencang berpotensi terjadi melalui Banten dan Jabodetabek. Angin kencang disertai hujan deras sudah terjadi di Bandung.
Untuk mengantisipasi siklon Herman, Erma mengingatkan cikal bakal siklon Seroja dari vorteks. Kondisi fisis dan dinamika yang terjadi di atmosfer selatan Indonesia saat ini, seperti mengulang kejadian yang pernah terjadi pada 28 Maret – 4 April 2021. Dari vorteks berubah menjadi Seroja dan menghantam Flores.
Komentar tentang post