Covid-19 di Indonesia, Pakar UGM Prediksi Berakhir Mei

Virus Corona SARS-COV-2. FOTO: NIAID.NIH.GOV

Darilaut – Guru Besar Statistika Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Dedi Rosadi, memprediksi penyebaran virus corona, Covid-19, di Indonesia akan berakhir Mei 2020.

Seperti dilansir Ugm.ac.id, berdasarkan data yang ada, diperkirakan pandemi akan berakhir lebih kurang 100 hari setelah 2 Maret 2020 atau sekitar 29 Mei 2020. Maksimum total penderita Covid-19 positif di Indonesia adalah sekitar 6174 kasus.

Dedi selaku penanggung jawab membuat prediksi pemodelan matematika bersama dengan sejumlah ahli lainnya, yaitu Heribertus Joko (alumnus FMIPA UGM) dan Dr Fidelis I Diponegoro (pengarang Worry Marketing sekaligus alumni PPRA Lemhanas RI).

Adapun model yang dibuat dinamai model probabilistik yang berdasar pada data nyata atau probabilistik data-driven model (PPDM).

Menurut Dedi, hasil prediksi ini perlu disampaikan mengingat sejumlah hasil prediksi model matematika dinamik terhadap data penderita positif Covid-19 yang cenderung bombastis dan terlalu berlebihan.

Melalui model itu, diperkirakan penambahan maksimal total penderita Covid-19 setiap harinya adalah di sekitar minggu kedua April 2020 yaitu berkisar antara 7 hingga 11 April 2020.
“Penambahan lebih kurang 740-800 pasien per 4 hari dan diperkirakan akan terus menurun setelahnya,” kata Dedi saat konferensi pers secara daring, Rabu (1/4).

Menurut Dedi, sejak pertengahan Mei 2020, penambahan total penderita sudah relatif kecil. Mengacu pada hasil tersebut, disarankan untuk tidak melakukan ritual mudik lebaran dan kegiatan tarawih di masjid selama Ramadan ditiadakan.

Intervensi ketat oleh pemerintah melalui parsial lockdown dan menjarakkan fisik yang ketat terus dilakukan sampai pandemi benar-benar berakhir di awal Juni 2020.

Prediksi tersebut berdasar data penderita hingga Kamis (26/3) dan diasumsikan telah ada intervensi ketat dari pemerintah sejak minggu ketiga Maret 2020. Lebih lanjut, efek pemudik dari kota besar yang terdampak Covid-19 selama masa diberlakukannya aturan jaga jarak fisik sejak minggu ketiga Maret 2020 diasumsikan tidak signifikan.

Model ini juga masih membatasi efek-efek eksternal lainnya, semisal suhu udara, jumlah populasi, dan kepadatan penduduk diasumsikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah penderita.

Dedi mengatakan, model yang digunakan adalah teori antrean. Prediksi yang dikemukakan tersebut didasari atas data penderita sampai Kamis (26/3) dan diasumsikan telah adanya intervensi ketat dari pemerintah sejak minggu ketiga Maret 2020.

Model tersebut mengasumsikan proses pasien datang ke rumah sakit sebagai penderita Covid-19 positif mengikuti proses antrean Markovian. Setelah dilakukan pencocokan model terhadap data total penderita Covid-19 positif, maka Dedi dan tim mampu menjelaskan banyak fenomena penting berdasarkan model yang mereka gunakan.

Model PDDM merupakan penyempurnaan dari model statistika dasar yang dikembangkan oleh Heribertus Joko Kristadi.

Dedi bersama sejumlah mahasiswa S3 bimbingannya, telah mencoba model PDDM dan dibandingkan dengan berbagai model statistika, pembelajaran mesin (machine learning), dan runtun waktu seperti kurva Gompertz, Logistic model, Model Eksponensial, ARIMA, dan lain lain. Namun, model PDDM ini lebih baik untuk menggambarkan total data penderita Covid-19.

Alasan pertama, model PDDM meskipun sederhana tetapi mampu memberikan akurasi prediksi satu harian ke depan yang sangat baik. Sebanding dengan kemampuan prediksi model machine learning yang kompleks.

“Alasan kedua, model PDDM juga memiliki sejumlah keunggulan yang tidak dimiliki oleh model-model lain yang diuji dan dikembangkan sebelumnya,” kata seperti dikutip Ugm.ac.id.

Model PPDM rata-rata eror kesalahan prediksi selama dua minggu terakhir hanyalah sebesar 1,5 persen. Setelah diujikan prediksi selama empat hari terakhir sejak Kamis (26/3) model ini ternyata sangat akurat, dengan eror yang dihasilkan selalu di bawah 1 persen.

Keunggulan lainnya, model PDDM ini mampu untuk memprediksikan waktu terparah dan waktu berakhirnya pandemi Covid-19 di Indonesia.

Menurut Dedi, model PDDM ini akan terus diperbarui setiap hari sehingga prediksi dari model akan betul-betul mencerminkan perubahan dari data yang ada. Kajian tersebut didasari oleh skenario optimis, namun dapat pula digunakan untuk menguji berbagai skenario akibat intervensi dan atau pengaruh faktor-faktor penting eksternal.

Sebagai contoh dengan model ini dapat disimulasikan efek jika terjadi kenaikan penderita Covid-19 pada minggu akhir Maret 2020 dikarenakan banyaknya pemudik dari kota besar yang terdampak Covid-19 ke daerah-daerah lain.

Prediksi yang diberikan oleh Dedi dan tim lebih melegakan dibanding hasil yang disampaikan oleh beberapa peneliti sebelumnya yang menyampaikan prediksi di kondisi ekstrem mendekati 2,5 juta kasus tanpa intervensi dan dengan intervensi yang ketat meski intervensi ini berhasil sekalipun, prediksi minimal di akhir pandemi mencapai sekitar 500.000 kasus.

Apabila prediksi menggunakan estimasi yang kurang akurat dan bombastis, justru dikhawatirkan menambah keresahan masyarakat. Selain itu, juga rawan dimanfaatkan secara kurang bijak oleh pihak-pihak yang memilki kepentingan. Model dinamik matematika yang digunakan oleh beberapa pihak memberikan prediksi yang terlalu berlebihan dengan eror yang sangat tinggi dan direkomendasikan untuk digunakan dengan kehati-hatian untuk Indonesia.*

Exit mobile version