Melansir BRIN, aurora merupakan fenomena alam yang menghasilkan pancaran cahaya yang menyala-nyala dan menari-nari di langit malam pada lapisan ionosfer.
Hal ini disebabkan adanya interaksi antara partikel di atmosfer Bumi dengan partikel bermuatan yang dipancarkan oleh Matahari. Partikel surya tersebut menembus masuk setelah dibelokkan oleh medan magnet Bumi.
Menurut Dr. Rhorom Priyatikanto, Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Antariksa ORPA- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), ketampakan ini berkaitan dengan badai geomagnet ekstrim yang dipicu oleh rentetan Lontaran Massa Korona (Coronal Mass Ejection atau CME) yang terjadi beberapa hari sebelumnya.
Setidaknya ada 4 (empat) lontaran korona dari Matahari yang mengarah ke Bumi, terjadi tanggal 8-9 Mei dan berkaitan dengan daerah aktif super besar dengan nomor AR 3664. CME merupakan letupan besar di atmosfer Matahari yang turut menghempaskan milyaran ton materi ke antariksa. CME kuat biasa terjadi bersamaan dengan kilatan (flare) Matahari.
Rhorom mengatakan butuh waktu sekitar 2 hari bagi awan partikel yang terlontar tadi untuk akhirnya menghantam Bumi pada tanggal 10-12 Mei. Badai ekstrim ini dibilang sebagai badai terkuat setelah Halloween storm yang terjadi tahun 2003 silam.
Di Pusat Riset Antariksa BRIN, beberapa Peneliti melakukan kegiatan pemantauan cuaca antariksa. Hal ini dilakukan untuk memprediksi keadaan cuaca antariksa di keesokan harinya.