Bagaimana aktivitas matahari, aktivitas geomagnet dan ionosfer diamati dan diteliti apakah ada peningkatan aktivitas hingga menghasilkan ganguan atau tenang. Seperti yang dijelaskan bahwa Aurora merupakan dampak yang terjadi akibat adanya badai matahari yang kuat.
Melalui informasi yang dikeluarkan oleh layanan BRIN yaitu Space Weather Information and Forecast Services (SWIFtS) di https://swifts.brin.go.id/, berdasarkan hasil riset Peneliti Pusat Riset Antariksa BRIN, didapatkan bahwa aktivitas badai matahari di waktu tersebut memang sedang sangat tinggi.
Sejak 8 Mei 2024 telah diprediksi kemungkinan adanya kilatan (flare) kuat selama 4 hari berturut-turut yang berasal dari daerah aktif super besar yang kemudian menghasilkan lontaran massa korona dan gangguan di ionosfer yang berpotensi mengganggu sistem komunikasi radio frekuensi tinggi (HF).
Gangguan di ionosfer ini kemudian terkonfirmasi dari data pengamatan ionosfer dari Stasiun Observasi Atmosfer dan Antariksa Pontianak, pada tanggal 12 dan 13 Mei 2024 menunjukan adanya badai ionosfer yang diinformasikan di SWIFtS.
“Masih ada kemungkinan badai ekstrim seperti ini berulang lagi pada siklus Matahari 25 yang puncak aktivitasnya belum terlewati,” kata Rhorom.
Aurora yang terlihat di Southampton pada Sabtu (11/5) merupakan aurora borealis yang juga dapat dilihat di Eropa tengah-utara hingga Amerika utara. Pada saat yang sama, aurora australis juga muncul dengan intensitas yang lebih rendah.