Darilaut – Kondisi gerah atau berasa panas badan yang dirasakan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini bukan gelombang panas atau heatwave.
Suhu panas ini, sesuatu yang umum terjadi pada periode peralihan musim hujan ke musim kemarau, sebagai kombinasi dampak pemanasan permukaan dan kelembaban yang masih relatif tinggi pada periode peralihan ini.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan suhu panas yang terjadi akibat dari pemanasan permukaan sebagai dampak dari mulai berkurangnya pembentukan awan dan berkurangnya curah hujan.
“Periode peralihan ini umumnya dicirikan dengan kondisi pagi hari yang cerah, siang hari yang terik dengan pertumbuhan awan yang pesat diiringi peningkatan suhu udara, kemudian terjadi hujan pada siang menjelang sore hari atau sore menjelang malam hari,” ujar Dwikorita dalam siaran pers yang dikeluarkan Senin (6/5).
Sedangkan pada malam hari, kondisi gerah serupa juga dapat terasa jika langit masih tertutup awan dengan suhu udara serta kelembaban udara yang relatif tinggi. Selanjutnya, udara berangsur-angsur dirasakan mendingin kembali jika hujan sudah mulai turun.
Berdasarkan karakteristik dan indikator statistik pengamatan suhu yang dilakukan BMKG, fenomena cuaca panas tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai gelombang panas, kata Dwikorita.