2 Tahun Darilaut.id

Burung maleo (Macrocephalon maleo). FOTO: HANOM BASHARI/EPASS

Khusus 2 tahun, Darilaut.id menyajikan tulisan tentang maleo. Bukan cuma kekhasan. Spesies satu-satunya di dunia yang hanya ada di Sulawesi ini, dalam status keterancaman genting, menurut The International Union for Conservation of Nature (IUCN) atau Uni Internasional untuk Konservasi Alam.

Maleo memiliki nama sendiri di tiap daerah di Pulau Sulawesi. Ini menunjukkan, burung maleo memiliki habitat ditempat itu. Lambat laun, habitat, terutama tempat bersarang terganggu.

100 tahun yang lalu, maleo (Macrocephalon maleo) masih dalam jumlah banyak di pesisir dan dalam hutan di Sulawesi.

Perlindungan habitat maleo pertama kali dicetuskan di masa pemerintahan Hindia Belanda, pada 1938. Ketika itu, pengumpul telur maleo dan pedagang makin ekspansif.

Lokasi maleo bersarang dijadikan monumen alam di pantai berpasir Panua, Gorontalo.

Sebelumnya, pemerintahan Hindia Belanda telah menetapkan Gunung Tangkoko-Batuangus sebagai monumen alam di Bitung, Sulawesi Utara, pada 1919.

Lokasi monumen alam Panua berada di pantai Teluk Tomini, yang ditumbuhi rimbunan mangrove.

Maleo sudah mandiri sejak masih dalam telur. Ini lantaran saat induknya bersarang dan bertelur, lubang ditimbun kembali agar tidak dimangsa predator.

Telur menetas dengan ditopang kondisi suhu tertentu di dalam lubang. Ketika telur ini menetas, anak maleo akan berusaha sekuat tenaga untuk menembus timbunan pasir atau tanah halus. Secara perlahan, dengan tubuh yang masih lemas.

Maleo yang kami jadikan tema 2 tahun, perlambang upaya pelestarian yang sudah berlangsung 70 hingga 82 tahun. Tentunya, keberadaan maleo membutuhkan kepedulian banyak pihak agar tidak punah, tetap ada di Pulau Sulawesi.

Salam,

Verrianto Madjowa

Exit mobile version