Darilaut – Ikan belida selama ini dikenal sebagai bahan baku makanan khas empek-empek dan kerupuk. Daging ikan air tawar ini sangat lezat dan memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia.
Selain untuk konsumsi, belida juga sebagai ikan hias karena tampilannya yang unik dengan warna dan corak yang memikat.
Setelah melalui ujicoba selama 15 tahun, sejak tahun 2005, Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Mandiangin, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), berhasil membudidayakan ikan belida. Perilaku ikan karnivora ini dapat menjadi ikan yang mengonsumsi pakan buatan.
“Ini capaian yang sangat luar biasa, setelah melewati proses yang panjang,” tutur Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu.
“Ini potensi besar, maka keberhasilan ini merupakan capaian yang selama ini kita semua nantikan.”
Kepala BPBAT Mandiangin, Evalawati, mengatakan tahun ini baru dibentuk tim untuk merilis ikan belida, sehingga harapannya ikan ini dapat dibudidayakan secara massal kepada pembudidaya ikan seluruh Indonesia.
Setelah dirilis, masyarakat dapat memperoleh ikan belida tidak lagi tergantung pada tangkapan alam. Sehingga ikan ini tidak lagi menjadi komoditas yang dilindungi tetapi kembali bisa dibudidayakan dan dikonsumsi oleh masyarakat.
“Setelah ini, selain masyarakat lebih mudah mendapatkan ikan belida, tapi juga ikan belida terjaga dari kepunahan,” ujarnya.
Penanggung Jawab Ikan Lokal, Puji Widodo, mengatakan keberhasilan pemijahan hingga pembesaran ikan belida dalam wadah budidaya, diharapkan akan dapat membantu dalam pengembangan budidaya ikan tersebut dalam memenuhi kebutuhan masyarakat seperti untuk pengolah kerupuk atau empek empek.
Prosesnya hingga saat ini memang berlangsung lama. Mulai dari proses domestikasi sampai akhirnya ikan sudah berhasil, hingga sekarang semua ikan bisa diberi pakan buatan berupa pelet.
Dari stadia larva hingga induk berhasil dengan pemberian pakan pelet sejak tahun 2019. Hingga saat ini, induk belida yang dimiliki sekarang sebanyak 110 ekor dengan ukuran 2-4 kg, dengan rata rata produksi benih ukuran 1-3cm per bulan sebanyak 1000–2000 ekor.
Untuk mendapatkan formula, kata Widodo, pada tahapan budidaya yang tepat memang butuh proses panjang. Tapi sekarang kita sudah dapat menemukan teknologinya.
Seperti teknologi pemijahan, dengan pemijahan alami menggunakan sarang dari kayu ulin. Sementara teknologi pendederan yang digunakan untuk produksi benih ikan belida menggunakan sistem resirkulasi sederhana dengan aplikasi pakan buatan dari larva hingga mencapai ukuran induk.
Selain itu, kalau dulu kesulitan untuk produksi benih karena belum ditemukan pakan yang tepat dari ukuran larva sampai benih. Sekarang sudah dapat teratasi fase kritis dari tahap larva ke benih, bahkan pakan pembesaran hingga induk juga sudah menggunakan pakan pelet.
Pemijahan belida secara alami, jadi produksi benih tergantung dengan jumlah induk dan jumlah telur hanya kisaran ratusan saja yaitu 300-500 butir/induk.
Dengan mengonsumsi pakan pelet, ketergantungan terhadap pakan alami pada tahap pemijahan hingga pembesaran dapat dihilangkan.
Menurut Widodo, ikannya menjadi lebih jinak, tidak mudah stress, dan mudah beradaptasi di lingkungan budidaya.
Kalau dari kecil sudah terbiasa dengan pakan buatan, untuk tahap pembesaran menjadi mudah adaptasi di kolam atau karamba jaring apung.
Dari segi performa pertumbuhan untuk ukuran larva dan benih, pertumbuhan kurang lebih sama bila dengan pakan alami, yakni mencapai ukuran 5-8cm dalam waktu 1,5 bulan, bahkan bisa lebih hemat biaya pakan.
Waktu pemeliharaan untuk mencapai ukuran konsumsi sekitar 100 gram per ekor selama 4 bulan, sementara untuk mencapai ukuran 1kg per ekor diperlukan waktu kurang lebih 2 tahun.
Komentar tentang post