Dewan Pers dan LPSK Sepakat Perkuat Perlindungan Pers

Dewan Pers dan Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) menandatangani nota kesepahaman tentang Perlindungan Kerja Pers Sebagai Saksi dan/ atau Korban Tindak Pidana dalam Kerangka Jaminan atas Pelaksanaan Kemerdekaan Pers, pada Senin, 5 Mei 2025 di Gedung Dewan Pers Jakarta. FOTO: DEWAN PERS

Darilaut – Dewan Pers dan Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) melakukan penandatanganan nota kesepahaman tentang Perlindungan Kerja Pers Sebagai Saksi dan/ atau Korban Tindak Pidana dalam Kerangka Jaminan atas Pelaksanaan Kemerdekaan Pers.

Penandatangan dilakukan oleh Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, dan Ketua LPSK, Achmadi, pada Senin, 5 Mei 2025 di Gedung Dewan Pers Jakarta dan akan berlaku selama lima tahun. 

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyampaikan bahwa dua entitas dalam Lembaga pers yaitu media dan jurnalis, rentan mengalami bentuk kekerasan dalam menjalankan profesinya. Hingga kini, angka kekerasan terhadap pers semakin bertambah dan bentuknya beragam sejalan dengan tumbuhnya media baru seperti media digital maupun perkembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).

“Kepada LPSK, diharapkan akan memberikan dukungan dan perlindungan kepada pers, agar entitas ini sungguh-sungguh dijamin keamanannya dalam bekerja. Perlindungan tidak hanya pada jurnalisnya, tetapi juga alat kerja, media kerja, dan dari berbagai aktivitas doxxing maupun peretasan,” kata Ninik.

Lebih lanjut Ninik mengatakan Dewan Pers tengah mendorong pembentukan Satgas atau Satnas perlindungan pers, yang melibatkan beberapa lembaga termasuk LPSK dan Komnas Perempuan. Satuan ini akan merumuskan strategi mitigasi pencegahan kekerasan secara sistematis yang akan berlaku secara nasional.

Sementara Ketua LPSK, Achmadi menyambut baik kesepakatan ini sebagai Upaya perlindungan terhadap kerja pers dan jaminan  atas keselamatan. Kesempatan ini menjadi wujud nyata dari komitmen dalam mengoptimalkan perlindungan dunia pers.

Menurut Achmadi, selama ini LPSK telah memberikan berbagai bentuk perlindungan, antara lain melalui monitoring terhadap situasi korban, pendampingan dalam proses persidangan, serta bentuk perlindungan lainnya sesuai kebutuhan dan situasi yang dihadapi korban.

“Mandat utama LPSK adalah memberikan perlindungan kepada saksi dan atau korban dalam proses peradilan, tentunya jika memenuhi syarat dan melalui prosedur yang berlaku. Perlindungan ini bukan sekadar konsep, tetapi telah diwujudkan dalam berbagai bentuk praktik nyata di lapangan,”  ujar Achmadi.

Nota kesepahaman yang ditandatangani hari ini adalah kelanjutan dari kesepakatan sebelumnya dengan berbagai perubahan. Dewan Pers dan LPSK sudah menjalin kerja sama melalui nota kesepahaman sejak tahun 2019, namun sempat terhenti di tahun 2024. Beberapa poin penting dari nota kesepahaman tersebut antara lain sebagai berikut: 

1. Meningkatkan kerja sama untuk mewujudkan dan mengoptimalkan perlindungan kerja pers sebagai saksi dan/atau korban tindak pidana dalam kerangka jaminan atas pelaksanaan kemerdekaan pers. 

2. Ruang lingkup nota kesepahaman meliputi: perlindungan kerja pers sebagai saksi dan/atau korban tindak pidana dalam kerangka jaminan atas pelaksanaan kemerdekaan pers, penanganan pemberitaan atas pengaduan sebagai saksi atau korban, penyusunan dan pengembangan pelaksanaan mekanisme nasional pelindungan pers, dan sebagainya. 

3. Pihak kedua (Dewan Pers) dapat mengajukan permohonan perlindungan saksi dan/atau korban tindak pidana kepada pihak pertama (LPSK) sesuai prosedur yang disepakati.  

4. LPSK dapat menyampaikan pengaduan kepada Dewan Pers tentang adanya pemberitaan yang melanggar Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, termasuk pemberitaan yang menimbulkan ancaman keamanan, harta benda, dan tuntutan hukum terhadap pelapor, saksi dan/atau korban tindak pidana, khususnya yang telah masuk dalam program perlindungan LPSK.

5. Semua informasi, termasuk informasi pribadi yang di bawah penugasan atau diketahui oleh para pihak, harus diperlakukan secara rahasia dan tidak diperkenankan diberitahukan kepada pihak ketiga tanpa persetujuan para pihak. 

6. Perbedaan pendapat dalam pelaksanaan dan/atau hal-hal yang bersangkutan dengan nota kesepahaman ini diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat. 

7. Semua biaya yang timbul menjadi beban anggaran masing-masing pihak dan/atau sesuai kesepakatan.

8. Apabila terjadi hal-hal di luar kekuasaan para pihak (bencana alam dan nonalam, kebijakan pemerintah di bidang fiskal dan moneter, serta keamanan yang tidak mengizinkan) dimungkinkan perubahan tempat dan waktu pelaksanaan tugas nota kesepahaman  dengan persetujuan para pihak.

Exit mobile version