Darilaut – Bentangan poster itu tertulis apik di karton putih. Menggunakan tinta hitam dan merah tampak berbagai ”pesan” yang tertulis di tiap poster, karya seniman dan jurnalis Gorontalo.
Puluhan poster itu dengan tulisan ”Dipaksa Sejahtera di Negeri yang Sakit”, ”Kritiklah Daku Kau Kugugat” , ”Pers Bukan Humas Pemerintah”, ”Jurnalisme Adalah Seni Dalam Perlawanan”, ”Loading Kebebasan Pers Gagal Dimuat”, ”Jurnalisme Gelap”, ”Gugat 200M = Bangkrutkan Media = Bredel Gaya Baru”.
Ada pula tulisan ”#Save TEMPO”, ”Pengadilan Tidak Berhak Untuk Memeriksa dan Mengadili Gugatan Terhadap TEMPO”, ”Rezim Otoriter Phobia Media yang Kritis”, ”Sawah Hilang… Petani Berutang… Mentan Ketakutan… TEMPO Jadi Korban”, ”Saya Hanyalah Seorang ”Chill Girl” yang Menangis Luar Dalam Melihat Pembungkaman Terhadap TEMPO”.

Bentangan poster itu terpampang dan dibawa sejumlah elemen mahasiswa, jurnalis dan organisasi masyarakat sipil di Gorontalo yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Gorontalo Untuk Demokrasi.
Elemen organisasi masing-masing: Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Gorontalo, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Gorontalo, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Gorontalo, Gusdurian Gorontalo, Institute for Human and Ecological Studies (Inhides), Sampul Belakang, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Humanika IAIN Gorontalo, Huntu Art Distrik (Hartdisk), Perupa Gorontalo (Tupalo), Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Swara UBT Gorontalo, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Gorontalo, Jaringan Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (JAPESDA), Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Akurat Fakultas Teknik UNG dan Individu-individu Merdeka.




