Darilaut – Sebanyak 2.326 warga Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, mengungsi setelah terjadi gempa berkekuatan magnitudo (M) 6.4, pada Senin (29/8).
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hingga Selasa (30/8) terdapat sejumlah bangunan yang mengalami kerusakan.
Bangunan ini seperti gedung SMP N 3 Simalegi rusak ringan, satu unit SDN 11 Simalegi rusak berat, satu gedung Puskesmas Betaet rusak ringan, satu gereja rusak ringan, satu gedung aula kantor camat Siberut Barat rusak ringan dan lainnya masih dalam pendataan.
Guncangan gempabumi yang dirasakan cukup kuat di Pulau Siberut itu telah memaksa 2.326 warga mengungsi ke perbukitan. Penambahan jumlah pengungsi tersebut dipicu adanya kekhawatiran masyarakat apabila terjadi gempabumi susulan yang dapat berpotensi tsunami.
Kepala BNPB Letjen TNI Suhayanto mengeluarkan imbauan kesiapsiagaan bagi pemangku kebijakan dan masyarakat di Provinsi Sumatera Barat, khususnya yang terdampak gempabumi dan yang berpotensi terdampak tsunami.
Pertama, Kepala BNPB meminta agar masyarakat yang mengungsi di perbukitan agar dapat kembali ke rumah masing-masing, bagi mereka yang rumahnya tidak mengalami kerusakan struktural atau rusak berat akibat gempabumi.
Suharyanto memastikan bahwa rentetan gempabumi yang terjadi tidak memicu tsunami, sebagaimana merujuk pada laporan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
“Rangkaian gempa pada hari Senin (29/8) tidak memicu tsunami, untuk itu masyarakat yang saat ini mengungsi di daerah perbukitan bisa kembali ke rumah masing-masing, bagi yang rumahnya tidak mengalami rusak struktur/rusak berat akibat gempa,” kata Suharyanto, Selasa (30/8).
Suharyanto mengatakan rumah yang rusak struktur atau rusak berat itu dapat berupa rumah dengan kondisi patah tiang penyangga, kerusakan masif pada dinding dan kerusakan pada penyangga atau penyusun rangka atap.
Apabila menemui kondisi seperti itu, maka diimbau agar pemilik rumah segera melaporkan kepada BPBD setempat.
“Masyarakat yang rumahnya mengalami kerusakan struktur atau rusak berat dapat melaporkan data kerusakan bangunan tersebut kepada BPBD setempat untuk pendataan,” ujar Suharyanto.
Suharyanto juga mengimbau kepada masyarakat agar meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap potensi gempabumi susulan. Peringatan dini gempabumi dapat diperoleh dengan memanfaatkan barang-barang yang mudah dijumpai di rumah seperti kaleng bekas.
“Pelihara terus kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap potensi gempa susulan. Masyarakat di dalam rumah bisa menyiapkan peringatan dini gempa sederhana dengan menyusun kaleng-kaleng bekas yang disusun bertingkat, sehingga jika terjadi gempa kaleng jatuh dan menimbulkan bunyi sebagai pertanda harus evakuasi keluar rumah,” ujar Suharyanto.
“Pastikan tidak ada barang-barang besar seperti lemari, kulkas, meja dan lain-lain yang bisa menghalangi proses evakuasi keluar rumah saat terjadi gempa.”
Khusus bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir, Suharyanto berpesan agar bisa mengenali ciri gempa yang bisa memicu tsunami.
“Jika gempa berlangsung secara terus menerus selama lebih dari 30 detik baik itu dengan guncangan keras maupun mengayun, masyarakat yang berada di daerah pantai agar segera lari ke tempat yang lebih tinggi untuk menghindari kemungkinan terjadi tsunami,” ujarnya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mentawai Novriadi mengatakan jumlah pengungsi bertambah karena adanya kekhawatiran masyarakat apabila terjadi gempabumi susulan yang dapat berpotensi tsunami. Pengungsi didominasi oleh anak-anak, wanita dan lansia.
Gempabumi M 6.4 mengguncang wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai, kemudian 13 kali gempa susulan.
Rangkaian gempa ini terjadi di segmen megathrust Mentawai yang diketahui menyimpan potensi energi gempa hingga M 8.9, dan berpotensi mampu memicu tsunami.
Komentar tentang post