Darilaut – Memahami dengan baik kejadian bencana di masa lalu merupakan salah satu kunci keberhasilan upaya mitigasi di masa depan. Seperti peristiwa letusan gunungapi Krakatau dan tsunami yang menyertai.
Tsunami tidak hanya dipicu oleh fenomena gempa bumi tetapi juga peristiwa alam lain, seperti erupsi gunung api dan longsor di bawah laut.
Melihat dari pengalaman kebencanaan, masyarakat Indonesia dapat belajar dari dampak tsunami yang diakibatkan letusan dahsyat Gunung Anak Kratatau 2018 dan Gunung Krakatau 1883 atau 138 tahun silam.
Pengurangan risiko bencana menjadi kunci dalam mencegah atau pun menghindari dampak bencana di kawasan pesisir Selat Sunda, baik itu akibat letusan Gunung Anak Krakatau maupun potensi gempa dari segmen tektonik di sebelah barat-selatan Selat Sunda.
Untuk itu, pembelajaran dari kejadian bencana yang telah terjadi perlu didokumentasikan dan disampaikan kepada masyarakat secara langsung maupun kepada media sebagai sarana edukasi dan sosialisasi kesiapsiagaan.
Dalam konteks inilah Badan Nasional Penanggulangan Becana (BNPB) menyelenggarakan webinar edukasi kebencanaan, Kamis (26/8) dengan tema “Disaster, Decision dan Development: Tsunami Krakatau 1883 dan 2018 serta Pembelajarannya untuk Mitigasi ke Depan.”
Diseminasi pengetahuan kebencanaan kepada publik menjadi tujuan diselenggarakannya webinar ini.
Peneliti Indonesia di GNS Science New Zealand, Dr Aditya Gusman, mengatakan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana geologi ke depan dapat mengambil pembelajaran tsunami yang dipicu aktivitas Gunung Krakatau yang terjadi pada tahun 1883 dan 2018.
Menurut Aditya gelombang tsunami bisa terjadi akibat caldera collapse dan pyroclastic flow. Pada tsunami 1883 rendaman tsunami akibat erupsi Krakatau mencapai jarak hingga 5 km ke daratan di wilayah Pandeglang, 800 m di Cianyer. Kejadian ini juga ‘memutus’ Ujung Kulon terpisah dari bagian Pulau Jawa akibat rendaman tsunami.
Jejak nyata dari tsunami di Sungai Cianyer masih bisa terlihat hingga kini dari bagian-bagian dari menara mercusuar yang terbawa oleh tsunami Krakatau di sungai tersebut.
“Bagian dari menara mercusuar yang hancur dihantam tsunami dan coral ini masih bisa terlihat hingga kini, coral boulder yang terbawa dari laut oleh tsunami pun masih ada hingga sekarang, ” ujar Aditya, salah satu narasumber pada webinar edukasi kebencanaan.
Gelombang yang terjadi di perairan dalam, kata Aditya, akan memiliki kecepatan yang cukup tinggi, ketika memasuki perairan dangkal maka kecepatan gelombang mulai menurun sehingga menghasilkan gelombang yang lebih tinggi ketika mendekati perairan pantai.
Tsunami saat itu memicu ketinggian hingga 41 meter di wilayah Merak dan 2,6 meter di Batavia.
Letusan Gunungapi Krakatau pada 27 Agustus 1883 disusul dengan tsunami paling dahsyat dan tercatat sebagai malapetaka paling merusak.
Seperti ditulis ahli kelautan Dr Anugerah Nontji (1993), letusan disusul tsunami tersebut telah memindahkan kapal uap Berouw yang sedang berlabuh di Pelabuhan Teluk Betung.
Di Kota Teluk Betung, tsunami menerjang dengan ketinggian gelombang 20 meter. Di Merak setinggi 40 meter.
Bongkahan batu karang seberat 600 ton tercerabut dan terangkat dari dalam laut. Kemudian dihempaskan ke daratan.
Bunyinya merambat hingga terdengar di Pulau Rodriguwz. Pulau ini terletak 1600 kilometer sebelah timur Madagaskar. Kurang lebih 4.563 kilometer dari Krakatau.
Dua pertiga bagian pulau seluas 5 x 8 kilo meter persegi diterbangkan saat puncak letusan.
Tsunami yang ditimbulkan luar biasa besarnya. Malapetaka akibat gempa dan tsunami ini tak terkira hebatnya. Terutama di pantai Pulau Jawa dan Sumatera yang berdekatan dengan Selat Sunda.
Menurut Nontji, kapal uap Berouw berpindah tempat ke lembah Sungai Kuripan. Jarak kapal terlempar sejauh 3,3 kilo meter dari tempat semula.
Kapal berpindah di ketinggian 9 meter, dengan jarak dari pantai 2,8 kilo meter.
Pelampung (bui) sebagai tempat tambat kapal “Berouw” terlempar di darat, di ketinggian 20 meter. Lokasi ini kemudian dijadikan monumen Krakatau.
Tsunami akibat letusan gunung api Krakatau merambat ke segala penjuru dunia. Gelombangnya dapat terekam hingga ke English Channel dan Panama.
Jarak English Channel dengan Krakatau 19.872 kilo meter, sedangkan dengan Panama 20.646 kilo meter.
Gunungapi Krakatau telah memicu tsunami yang sangat dahsyat. Gelombang tsunami merambat di Samudera Hindia, dengan kecepatan 600 kilo meter per jam.
Krakatau berada di Selat Sunda. Tsunami ini telah menghancurkan 165 kota dan desa di pesisir, menyebabkan kematian lebih dari 36 ribu orang.
“Karena Indonesia berada pada jalur gempa dan jalur vulkanik yang aktif, maka catatan-catatan sejarah telah menunjukkan bahwa peristiwa tsunami telah sering menimbulkan bencana di pantai-pantai kita,” tulis Nontji.
Sejarah telah membuktikan tsunami sering membawa bencana kematian dan hilangnya harta benda.
Komentar tentang post