Darilaut – Pengembangan produktivitas publikasi ilmiah dan inovasi Indonesia masih perlu terus ditingkatkan. Dalam hal produktivitas tersebut, salah satu yang menjadi faktor penting adalah ketersediaan anggaran.
Saat ini, komponen publikasi ilmiah Indonesia masih berada pada peringkat ke-56, sedangkan kemampuan inovasi Indonesia berada pada peringkat ke-74 dari 141 negara.
Secara umum, tingkat kemampuan inovasi Indonesia berada pada peringkat ke-6 di antara negara ASEAN, di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, dan Filipina.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai lembaga yang memiliki fungsi penelitian dan pengembangan senantiasa berupaya untuk meningkatkan produktivitas publikasi ilmiah dan inovasi.
Oleh karena itu, dalam Rencana Strategis tahun 2020-2024, LIPI menerapkan kebijakan bahwa anggaran penelitian yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) harus diimbangi dana eksternal dengan perbandingan 1:1.
Kepala LIPI, Laksana Tri Handoko mengatakan bahwa menurut UNESCO, dana eksternal sebuah lembaga riset biasanya sebesar 75 persen.
“Rasio dana eksternal yang lebih tinggi mencerminkan kualitas lembaga riset yang terpercaya,” ujar Handoko saat membuka webinar Strategi Perolehan Dana Eksternal, Selasa (27/10), seperti dikutip dari Lipi.go.id.
Menurut Handoko, anggaran negara harus dikelola untuk mendapatkan dana lain melalui riset, yang nantinya dapat menambah devisa negara.
Riset memiliki potensi yang tinggi untuk menjadi salah satu sumber devisa negara, untuk membantu negara dan masyarakat.
Memaksimalkan potensi memperoleh dan memanfaatkan dana eksternal juga menjadi penting bagi peneliti sebagai individu dalam membangun rekam jejak yang baik.
Kendati demikian, kata Handoko, aset utama peneliti haruslah tetap ide kreatif dan inovasi yang ada dalam diri masing-masing.
Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP) menjadi salah satu sumber dana eksternal yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan riset.
Direktur Fasilitasi Riset LPDP, Wisnu Soenarso, mengatakan, peneliti LIPI dapat memanfaatkan dana penelitian Riset Inovatif dan Produktif (RISPRO). Sifat pendanaan RISPRO berjangka panjang dan tidak mengikuti siklus tahunan anggaran.
Pendanaan ini meliputi insentif untuk tim periset, pembiayaan/pembelian peralatan atau mesin, diseminasi riset dalam dan luar negeri, dan pembiayaan pengujian, standarisasi, serta sertifikasi produk atau teknologi.
Menurut Wisnu, substansi yang menjadi penilaian pendanaan RISPRO setelah lolos seleksi administrasi antara lain kualitas penelitian, luaran, kemutakhiran.
“Kami juga melihat rekam jejak periset yang dilihat dari produktivitas riset, relevansi keilmuan periset dengan kegiatan riset, serta pengalaman kerjasama dengan industri,” ujarnya.
Komentar tentang post