Jakarta – Profesor Riset Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rosichon Ubaidillah mengatakan, berbagai penelitian menunjukkan krisis iklim berdampak pada meningkatnya fenomena pergeseran biogeografis. Selain itu, ketidakcocokan tanaman berbunga dan penyerbuknya dan mungkin meningkat hingga tingkat kepunahan keanekaragaman hayati.
Di Indonesia, dampaknya terlihat dari beberapa bencana alam yang terus meningkat dengan akibat yang semakin parah. Krisis iklim juga juga berdampak pada rusaknya habitat keanekaragaman hayati Indonesia.
Menurut Rosichon, dampak dari dari perubahan iklim telah menyentuh bumi hingga ke titik terkecil. Seperti pada serangga penyerbuk yang berperan penting dalam regenerasi dan reproduksi tanaman dalam ekosistem hutan maupun sistem pertanian.
“Sekitar 80 sampai 90 persen tanaman berbunga bergantung pada penyerbukan alami oleh serangga untuk regenerasi dan memproduksi buah atau makanan yang berguna sebagai bahan makanan untuk hewan lain,” kata Rosichon, di Jakarta pada Kamis (9/1).
Rosichon yang juga peneliti serangga mengatakan, krisis iklim berdampak bukan hanya pada serangga penyerbuk namun juga proses penyerbukan itu sendiri. Krisis iklim telah mempengaruhi perilaku makan, kawin dan migrasi serangga penyerbuk.
“Perubahan temperatur bumi telah mempengaruhi lama waktu penyerbukan, berbunga hingga produksi buah sehingga akan menggangu konservasi agroekosistem dan ekosistem liar,” ujarnya.
Dicontohkan keberadaan tawon Ara yang memegang peranan penting proses penyerbukan pohon Ara dalam menyediakan buah sebagai sumber makanan burung, primata dan hewan lainnya.
“Jika tawon Ara punah, maka seluruh sistem pun akan jatuh,” kata Rosichon.
Sebagai negara yang hidup dengan keragaman hayatinya, komitmen dari pemerintah sangat diharapkan untuk menangani krisis iklim yang mengancam keberadaan keanekaragaman hayati Indonesia.
“Kita harus benar-benar mengurangi dampak krisis karena kita sangat bergantung pada kekayaan keanekaragaman hayati,” katanya.*
Komentar tentang post