Hari Maritim dan Ancaman Sampah Plastik (1)

Oleh: Verrianto Madjowa

Di pinggiran muara Sungai Bone, di dekat Pelabuhan Gorontalo dan di lokasi tangga 2000 terlihat tumpukan botol dan sampah plastik yang bertebaran. Sampah plastik ini ada yang terbawa ke pinggiran pantai, ada juga buangan pengunjung yang sering nongkrong di lokasi itu. Muara Sungai Bone merupakan aliran dari tiga sungai, yakni Bone, Bolango dan satu sungai kecil.

Kota Gorontalo hanyalah kota kecil. Namun produk sampah plastik yang terlihat di pinggiran muara sangat banyak. Beberapa tahun lalu, sempat dilakukan kegiatan bersih sampah di lokasi ini. Demikian halnya dengan lokasi-lokasi wisata. Masih terlihat sampah plastik yang mengambang di laut.

Muara sungai-sungai lain di Indonesia, banyak memasok sampah plastik dan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3).  Penanganan dan pengelolaan sampah (termasuk plastik) sudah ada dan berlaku umum melalui Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.   Dalam UU ini menguraikan antara lain pengelolaan sampah, peran pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, serta peran serta masyarakat.

Terdapat sanksi bagi yang memasukan dan menyimpan sampah spesifik dengan ancaman hukuman tiga sampai 12 tahun, empat sampai 15 tahun dengan denda berkisar Rp 100 juta hingga Rp 5 miliar. Adapun sampah spesifik dalam UU yang telah diundangkan pada 7 Mei 2008 ini adalah yang mengandung B3 dan mengandung limbah B3. UU ini juga melarang yang mengelola sampah yang dapat menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan, serta yang membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan.

Namun, UU tentang pengelolaan sampah ini belum efektif. Salah satu indikatornya adalah hasil penelitian Jenna Jambeck, peneliti dari Universitas Georgia, Amerika Serikat yang dipublikasi pada 2015.  Indonesia disebutkan sebagai penyumbang sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia. Hasil ini menunjukkan penanganan dan pengelolaan sampah belum optimal di sejumlah daerah di Indonesia, terutama di kawasan yang padat penduduk.

Dengan melihat kondisi penanganan dan pengelolaan sampah yang sudah resmi berlaku sejak 2008 itu masih banyak sampah plastik yang dibuan dan terbawa hingga ke laut Indonesia. Beberapa daerah, seperti di DKI Jakarta dan Depok, sudah mulai diterapkan denda bagi yang sembarangan membuang sampah.

Di Provinsi Gorontalo, sudah dikeluarkan Peraturan Daerah nomor 3 tahun 2013 tentang pengelolaan sampah, lengkap dengan larangan dan sanksi. Namun, sebagaimana UU yang ada, aturan ini belum berjalan efektif. Apabila, kesadaran akan bahaya sampah plastik ini dikelola dengan baik di darat, tidak banyak yang akan sampai ke lautan.

Hingga saat ini, belum ada regulasi khusus yang menangani maupun mengelola sampah di lautan Indonesia. Dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan hanya menyebutkan tentang perlindungan lingkungan laut dengan batasan baku mutu. Pencemaran Laut dalam UU Kelautan ini disebutkan bahwa masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan Laut oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan Laut yang telah ditetapkan.

Untuk itu, perlu adanya regulasi khusus penanganan dan pengelolaan sampah plastik di lautan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi sampah plastik yang memang sudah bercampur dengan lautan dan yang akan masuk. Dalam mengurangi sampah plastik telah disiapkan pengelolaan untuk mengelola plastik menjadi sumber energi listrik dan bahan baku aspal. Langkah ini tidak cukup, bila sungai dan laut tetap menjadi lokasi buangan sampah, terutama plastik.

Exit mobile version