Darilaut – Fenomena suhu udara dingin di musim kemarau berhubungan dengan kondisi atmosfer.
Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eddy Hermawan, menjelaskan fenomena penurunan suhu di sejumlah wilayah di Indonesia belakangan ini memiliki kaitan dengan Aphelion.
Meskipun secara tidak langsung dan kecil kemungkinannya suhu dingin yang terjadi akibat iklim global.
“Mungkin lebih pasnya itu perubahan iklim regional atau lokal,” kata Eddy dalam acara ‘BRIN Insight Every Friday-BRIEF’, pada Jumat (26/7).
”Tipe wilayah yang memiliki perbedaan jelas antara periode musim hujan dan periode musim kemarau atau monsunal relatif dominan diserang suhu dingin.”
Hal ini dimulai dari kawasan timur Indonesia yaitu kawasan NTT, NTB, dan Bali, kemudian merambat ke Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Namun, menurut Eddy kecil kemungkinan suhu dingin ini akibat dari global warming. Sebab semakin warming di permukaan, maka semakin cooling di lapisan stratosfer, begitupun sebaliknya.
Eddy menduga hampir semua kawasan bertipe monsunal mengalami fenomena suhu rendah. Tetapi, menurunnya suhu ini setelah aphelion muncul.
Karena tidak ada satu suhu sebelum tanggal kemunculan aphelion di bulan Juli yang tiba-tiba menurun di kawasan Timur Indonesia. “Jadi aphelion muncul baru suhu drop, bukan karena suhunya drop baru aphelion muncul,” ujar Eddy.