Bogor – Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) M Zulficar Mochtar ST MSc mengatakan, banyak masalah yang dihadapi awak kapal perikanan Indonesia yang bekerja di luar negeri. Seperti tidak memiliki Perjanjian Kerja Laut (PKL), jam kerja tidak jelas, gaji tidak dibayar sesuai perjanjian.
Masalah lainnya, menurut Zulficar, ada yang meninggal dunia karena kecelakaan kerja, sakit dan tidak bisa melakukan kerja di atas kapal. Selain itu, mendapat kekerasan fisik dan mental dari nahkoda, makanan tidak Higienis dan terlibat perkelahian sesama ABK (anak buah kapal).
Terkait permasalahan tersebut, DJPT masih dibatasi regulasi dan peraturan untuk dapat bersikap dan bertindak secara langsung. Yang dapat dilakukan DJPT adalah berkoodinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait seperti BNP2TKI, Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Ketenagakerjaan.
KKP tidak terlibat dalam proses perekrutan dan penempatan awak kapal perikanan di luar negeri. “KKP sama sekali tidak memiliki data awak kapal perikanan Indonesia yang bekerja di luar negeri,” kata Zulficar, saat membuka acara Diseminasi Penempatan dan Perlindungan Awal Kapal Perikanan Indonesia di Luar Negeri, Kamis (27/9) di Bogor.
Dengan kegiatan ini, sebagai kesempatan bagi DJPT menerima saran, masukan dan koreksi dari akademisi maupun Kementerian/Lembaga. Khususnya untuk mendukung penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Penempatan Awak Kapal Perikanan Indonesia di Luar Negeri.
Zulficar mengatakan rancangan peraturan pemerintah diprakarsai Kementerian Ketenagakerjaan dan telah beberapa kali mengundang Ditjen Perikanan Tangkap untuk membahas substansi dari Peraturan Pemerintah tersebut.
DJPT telah menyusun Draft Rancangan Peraturan Pemerintah yang menintikberatkan pada awak kapal perikanan. Tidak hanya terkait dengan perlindungan, KKP sangat concern terhadap peningkatan kompetensi awak kapal perikanan Indonesia. Ini merupakan salah satu instrumen untuk menjamin terlindunginya hak-hak dasar bagi awak kapal perikanan Indonesia, baik yang bekerja di dalam maupun luar negeri.
Saat ini, dengan bantuan dan dukungan dari Kementerian/Lembaga terkait, KKP telah melakukan koordinasi penyusunan Peraturan Presiden untuk meratifikasi Konvensi International Maritime Organization (IMO), yaitu Standards Of Training, Certification And Watchkeeping For Fishing Vessel Personnel (STCW-F). Informasi terakhir, Perpres dimaksud sudah masuk ke Sekretariat Negera untuk ditandatangani Presiden.
Dengan meratifikasi Konvensi IMO tersebut, dapat memberikan landasan yuridis dan operasional yang kuat bagi KKP untuk melakukan terobosan penting dalam upaya peningkatan kualifikasi dan kompetensi awak kapal perikanan.
Dengan adanya pertemuan ini, Zulficar berharap ada beberapa langkah yang dapat dilakukan secara bersama antara DJPT, akademisi dan Kementerian/Lembaga demi terciptanya perlindungan awak kapal perikanan Indonesia.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan yakni, mempercepat penyusunan rancangan Peraturan Pemerintah terkait penempatan dan perlindungan awak kapal perikanan. Hal ini sebagaimana diamanatkan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, penerapan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42 Tahun 2016 tentang Perjanjian Kerja Laut bagi Awak Kapal Perikanan
Kemudian, share database awak kapal perikanan Indonesia yang bekerja di luar negeri, karena perlu ada one data. Koordinasi lintas sektoral yang terlibat dalam rekruitmen dan penempatan awak kapal perikanan ke luar negeri. Mendorong Ratifikasi konvensi ILO 188 tentang pekerja sektor perikanan.*
Komentar tentang post