Darilaut – Semua spesies ikan hiu berjalan (Hemiscyllium spp.) telah masuk dalam daftar merah IUCN (The International Union for Conservation of Nature).
Untuk mencegah agar spesies ini tidak punah di alam, Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL), Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menginisiasi perlindungan ikan hiu berjalan.
Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut, Andi Rusandi, mengatakan berdasarkan penilaian pada tahun 2020, seluruh spesies hiu berjalan telah masuk dalam daftar merah IUCN mengingat kerentanan dan kelangkaannya.
“Bahkan, dua spesies ikan hiu berjalan masuk ke dalam kategori hampir terancam (near threatened), tiga spesies dikategorikan rentan (vulnerable), dan satu spesies memiliki kategori sedikit perhatian (least concern),” ujar Andi saat memberikan sambutan “Temu Pakar untuk Usulan Inisiatif Perlindungan Hiu Berjalan (Hemiscyllium spp.).
Menurut Andi, ikan ini cenderung mendapat tekanan yang berasal dari faktor antropogenik. Di samping itu, ikan hiu berjalan memiliki pergerakan yang lamban dan tidak berbahaya sehingga mudah untuk ditangkap.
Meskipun jenis ikan hiu ini bukan merupakan target sebagai ikan konsumsi, tapi pemanfaatannya diduga semakin meningkat untuk keperluan ikan hias sehubungan dengan karakter dan morfologinya yang unik.
Padahal, kata Andi, ikan ini memiliki potensi yang tinggi dari sisi pariwisata, yaitu sebagai salah satu jenis ikan yang memiliki daya tarik bagi para penyelam.
Selain itu, menurut Andi, ikan hiu berjalan dari genus Hemiscyllium merupakan spesies endemik yang ditemukan di perairan Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Nugini dan Australia.
Terdapat sembilan spesies hiu berjalan hingga saat ini di dunia, enam di antaranya ditemukan di perairan Indonesia.
Upaya untuk menjaga dan menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan ikan hiu berjalan antara lain dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah pengelolaan.
“Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah penetapan status perlindungan hiu berjalan melalui sejumlah tahapan, mulai dari usulan inisiatif, verifikasi usulan, konsultasi publik, analisis kebijakan, rekomendasi ilmiah, dan selanjutnya penetapan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan,” kata Andi.
Dalam kegiatan yang digelar Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut tersebut, sejumlah ahli memberikan rekomendasi untuk mencegah ikan hiu berjalan (walking sharks) punah di alam.
Kegiatan temu pakar bertujuan untuk menjaring masukan dan merupakan bagian dari tahapan penetapan status perlindungan hiu berjalan.
Kegiatan ini turut dihadiri sejumlah pakar yang berasal dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDMKP), Universitas Halmahera, Universitas Khairun, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pulau Morotai, Yayasan Konservasi Cakrawala Indonesia, Elasmobranch Project Indonesia dan mitra konservasi.
Komentar tentang post