Darilaut – Terdapat sejumlah fakta perubahan iklim, di antaranya berdasarkan data analisis peta global menunjukkan bahwa debit rata-rata air sungai pada tahun 2022 yang dikategorikan pada posisi normal hanya 38 persen.
Sementara itu, banyak debit air sungai yang keluar menuju laut berada pada level di bawah normal atau jauh di bawah normal, artinya daerah tersebut mengalami kekeringan.
Di lain sisi, terdapat daerah di dunia yang memiliki debit air sungai melampaui normal atau surplus sedang terjadi kebanjiran.
Hal ini dikatakan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam High Level Panel bertajuk Bandung Spirit di agenda World Water Forum (WWF) atau Forum Air Dunia di Bali, Kamis (23/5).
Menurut Dwikorita perubahan iklim mencakup berbagai aspek, termasuk peningkatan suhu global, perubahan pola curah hujan, kenaikan permukaan air laut, serta dampaknya terhadap lingkungan dan manusia.
Apabila penanganan persoalan ini tidak disertai komitmen politik yang kuat, maka dampaknya akan sangat besar karena dapat memicu terjadinya konflik yang berimplikasi terhadap stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan.
“Tentunya kami berharap, dengan *Bandung Spirit atau Spirit Kerjasama (Gotong Royong) yang terbangun sejak Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955 tersebut dapat secara lebih dahsyat mendorong komitmen politik seluruh negara, untuk mengatasi krisis air global secara bersama-sama,” ujarnya.




