Menurut Eva, secara ideal sumber daya yang berkualitas harus bebas gangguan panca Indera termasuk bebas dari gangguan penglihatan dan kebutaan. Oleh karena itu penanggulangan gangguan penglihatan perlu mendapatkan perhatian sungguh-sungguh dari seluruh jajaran pemerintah bersama Masyarakat.
Eva mengatakan glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan di Indonesia setelah katarak. Namun, berbeda dengan katarak, kebutaan yang disebabkan oleh glaukoma bersifat permanen dan tidak dapat diperbaiki. Angka kejadian glaukoma diperkirakan meningkat seiring dengan peningkatan harapan hidup masyarakat Indonesia.
“WHO memperkirakan 57,5 juta orang di seluruh dunia terkena glaukoma,” ujarnya.
”Setidaknya 50% orang (penderita glaukoma) di negara maju tidak menyadari menderita glaukoma dan jumlah ini dapat meningkat menjadi 90% di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.”
Glaukoma merupakan penyakit yang tidak menimbulkan gejala. Karena itu, sosialisasi dan edukasi pada masyarakat yang diikuti dengan deteksi dini penemuan glaukoma sangat penting. Sebab, semakin dini glaukoma ditemukan dan diikuti tindak lanjut yang tepat, semakin penderita akan terhindar dari kebutaan.
Dr. Fifin Luthfia, yang juga menjadi narasumber pada webinar tersebut, mengatakan, glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak baik di seluruh dunia maupun di Indonesia dan bersifat permanen.