Darilaut – Kajian astronomi dapat menjadi jalan tengah dalam menyatukan perbedaan kriteria penentuan awal bulan Ramadan.
Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Thomas Djamaluddin, mengatakan, BRIN mengusulkan kepada umat Islam satu metode dengan kriteria yang nantinya diharapkan menjadi titik temu. Krieteria tersebut didasarkan pada kajian astronomi dengan data-data ilmiah.
“Ini menjadi kontribusi BRIN sebagai lembaga riset untuk memberikan solusi penyatuan umat dengan memberikan kriteria dan pemahaman apa sesungguhnya yang terjadi dalam pengamatan dan perhitungan hilal,” kata Thomas, Senin (28/3).
Keterlibatan lembaga riset dalam penentuan awal Ramadan, menurut Thomas, dimulai secara formal sejak 1996. Waktu itu, setelah terjadi beberapa kali perbedaan.
Ketika itu, Sekretaris Menristek menulis surat kepada Menteri Agama bahwa di lingkungan Kemenristek terdapat Lapan yang juga melakukan kajian antariksa, salah satunya astronomi untuk penentuan awal bulan.
Sejak saat itu, Lapan dilibatkan dalam tim kerja atau musyawarah kerja hisab rukyat untuk memberikan solusi.
Thomas mengatakan selama ini masalah perbedaan awal Ramadan hanya dipandang dari sisi hukum atau aspek fikih saja. Sehingga apabila ditinjau dari aspek fikih masing-masing mazhab akan memperkuat dalilnya, maka yang terjadi semakin lama semakin jauh perbedaannya.
Komentar tentang post