Darilaut – Kalimantan Timur tengah menyiapkan langkah konkret untuk mengoptimalkan potensi besar ekosistem pesisirnya melalui pengembangan proyek karbon biru. Upaya ini menjadi bagian dari kerja sama antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) yang diwujudkan dalam Pelatihan Teknis Kredit Karbon Biru dan Prinsip Nilai Ekonomi Karbon (NEK), 7-9 Oktober 2025 di Samarinda.
Provinsi Kaltim memiliki kawasan pesisir strategis, yaitu Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kepulauan Derawan dan Perairan Sekitarnya (KKP3K KDPS) seluas lebih dari 285 ribu hektare. Kawasan ini menyimpan sekitar 12 ribu hektare mangrove dan hampir 2 ribu hektare lamun yang mampu menyerap lebih dari 69 ribu ton karbon dioksida (CO₂) ekuivalen per tahun. Jika dikelola dengan baik, potensi ini bernilai ekonomi sekitar USD 317.000 per tahun, di luar manfaat ekologis seperti perlindungan pesisir dan sumber mata pencaharian masyarakat.
Namun, potensi besar tersebut juga dibayangi ancaman alih fungsi lahan, tekanan pariwisata, dan pencemaran. Tanpa intervensi, hingga 35 persen lamun dapat terdegradasi dalam empat dekade mendatang. Karena itu, Pemprov Kaltim bersama YKAN mendorong skema pendanaan inovatif berbasis nilai ekonomi karbon sebagai sumber pembiayaan berkelanjutan.
“Wilayah pesisir Kaltim adalah aset luar biasa yang harus dijaga dan dioptimalkan. Skema perdagangan karbon biru akan membantu konservasi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Sekretaris Daerah Kaltim, Sri Wahyuni.
Mariski Nirwan dari YKAN menjelaskan, proyek karbon biru tidak hanya bernilai ekonomi, tetapi juga sosial dan ekologis.
“Setiap ton karbon yang terserap harus mencerminkan perlindungan pesisir dan kehidupan yang lebih baik bagi Masyarakat”.
Langkah ini sejalan dengan komitmen Kaltim yang sebelumnya sukses menjalankan program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF), dan kini siap menjadi pelopor perdagangan karbon biru di Indonesia. (Novita J. Kiraman)