Bogor – Kawasan mangrove harus dijadikan sebagai ruang pembelajaran dan mendapat insentif bagi masyarakat. Demikian salah satu poin diskusi yang dikemas dalam series Cerdas Talk 2 di gedung Executive Development Training Center (EDTC), Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL)-Institut Pertanian Bogor (IPB) Baranangsiang, minggu kedua Agustus.
Diskusi yang dipimpin oleh Dr. Perdinan dari Pusat Studi Bencana (PSB) LPPM-IPB, menyimpulkan bahwa perlu pedoman yang menjadi kebijakan bersama antar pihak dalam rencana rehabilitasi mangrove. Selain itu, mendorong agar isu mangrove menjadi bagian diplomasi tingkat dunia yang harus menjadi tanggung jawab bersama. Dibutuhkan pula penguatan peran dari seluruh stakeholder yang terkait dengan mangrove.
Deputi Sumberdaya Alam dan Jasa Maritim, Kementerian Koordinator Maritim RI, Agung Kuswandono mengatakan, secara nasional mangrove di Indonesia masih dalam kondisi buruk. Karena 52 persen luas mangrove sudah hilang dan beralih fungsi.
Selain yang sudah rusak, mangrove yang ada, saat ini juga berpotensi mengalami degradasi. Untuk itu, perlu upaya bersama dan terintegrasi untuk menyelamatkan ekosistem mangrove Indonesia.
Cerdas Talk 2 dihadiri lebih dari 100 peserta. Kegiatan ini dibuka Kepala Pusat Studi Bencana (PSB), LPPM-IPB, Dr. Yonvitner.
Melalui program ini, Yonvitner berharap, dapat menjadi instrumen bagi pemerintah untuk menyiapkan langkah-langkah dalam implementasi perlindungan ekosistem. Menjaga mangrove adalah menjaga ekosistem dan melindungi myarakat dari bencana di masa yang akan datang.
Nara sumber lain hadir, antara lain Kepala PKSPL IPB, Dr Ario Damar, MSc, Prof Dietrich G Bengen dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB, Dr Sahat M. Panggabean dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenkomaritim) dan Agus Witjaksono mewakili Direktur Pengendalian Bencana, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Ario Damar mengatakan PKSPL-IPB telah merancang Arboretum Mangrove di Tangerang, serta beberapa pendampingan di Kalimantan Timur dan Bali. “Selain sebagai fungsi ekologi, mangrove juga berfungsi sebagai sumber ekonomi alternatif,” ujarnya.
Menurut Prof Dietrich, kesadaran dalam pengelolaan mangrove harus dimulai sejak dini. Ada tiga hal yang harus dipahami dalam pengelolaan mangrove, yakni fungsi sebagai penyedia jasa pendukung kehidupan, kenyamanan dan penyedia sumberdaya alam. “Jangan mimpi anda makan ikan kalau mangrovenya tidak ada,” katanya.
Agus Witjaksono mengatakan alternatif pembiayaan dalam program konservasi mangrove yang dapat dilakukan melalui pemanfaatan dana desa. Kewenangan desa dalam merencanakan penggunaan dana desa termasuk konservasi mangrove, menjadi instrumen untuk memperkuat kemampuan desa dalam mengelola ekosistem mangrove.
“Konservasi mangrove berbasis desa dapat menjadi paradigma baru bagi desa dalam mengelola lingkungannya,” katanya.
Sahat M Panggabean dari Kemenkomaritim menjelaskan pentingnya keterlibatan Perguruan Tinggi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta, dan masyarakat secara bersama melakukan aksi tanam mangrove secara nasional.*
Sumber: ipb.ac.id
Komentar tentang post