Jakarta – Membangun budaya maritim melalui pendidikan, dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, serta kearifan lokal yang telah menjadi tradisi di kawasan pesisir dan pulau kecil. Hal ini dikatakan Deputi Bidang Koordinasi Sumberdaya Manusia (SDM), Iptek dan Budaya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Safri Burhanuddin.
“Apakah saat ini sudah ada gerakan sistematis untuk mengangkat budaya maritim? Kita juga harus mengangkat olahraga maritim dan penguatan budaya maritim melalui pendidikan,” kata Safri saat Dialog Budaya Maritim, Senin (26/11).
Dialog Budaya Maritim yang difasilitasi Kemenko Kemaritiman ini dihadiri praktisi, akademisi, budayawan dan media di Jakarta. Dialog ini untuk menyambut Kongres Budaya Nasional pada tanggal 5 sampai dengan 9 Desember 2018, yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kegiatan ini menekankan bahwa mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, serta mengembalikan karakter bangsa maritim perlu mengangkat kembali sejarah dan budaya maritim.
Safri mengatakan, tujuan negara adalah mewujudkan kesejahteraan rakyat. Demikian pula dengan budaya maritim. Budaya juga menjadi sumber daya agar rakyat lebih sejahtera. “Data dari BPS , potensi maritim kita baru 8 persen yang kita manfaatkan,” ujarnya.
Menurut Safri, kita sudah punya basic. Seperti budi daya perikanan yang memperhatikan kelestarian lingkungan dan kearifan lokal, pelayaran rakyat, pariwisata dan olah raga bahari.
Semua dapat meningkatkan ekonomi maritim. Untuk mewujudkannya, diperlukan kerja bersama. Ini bukan hanya tugas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemenko Kemaritiman.
Safri mengatakan, kurikulum kemaritiman kerja sama Kemenko Kemaritiman dan Kemendikbud pada 2019 diimplementasikan di 34 provinsi. “Kurikulum kemaritiman merupakan bagian dari pendidikan budaya, suatu penguatan dasar. Harapan kita, Ditjen Kebudayaan Kemendibud turut memantau,” katanya.
Tantangan untuk menggaungkan kembali budaya maritim telah menjadi perhatian Kemenko Kemaritiman demi mewujudkan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia. Budaya adalah bagian dari karakter atau jati diri bangsa. Salah satu Praktisi maritim Horst Liebner yang menjadi peserta Dialog Budaya dalam paparannya menjelaskan bahwa teknologi maritim nusantara pada masa lampau sudah sangat tinggi.
Hal ini terlihat dalam catatan perjalanan kapal-kapal ekspedisi Eropa maupun artefak-artefak peninggalan kerajaan. Catatan perjalanan kapal Portugis Flor de la Mar pernah menyerang jung (kapal) kerajaan Pasai yang panjangnya 40M. Jadi lebih besar dari kapal Portugis.
Kapal besar ini menggunakan kemudi samping seperti yang terlihat pada relief di candi Borobudur.
Safri mengingatkan agar Indonesia tidak terjebak pada nostalgia masa lalu. “Bukti autentik dari kemajuan maritim Indonesia ada, tapi yang penting adalah bagaimana menghidupkannya kembali,” katanya.
Menurut Safri, perlu ada pendidikan, baik formal melalui jalur kurikulum atau non formal seperti PKBM atau camp seperti Ekspedisi Nusantara Jaya (ENJ). Kita memerlukan komitmen politik karena ini bukan kerja 3-4 tahun selesai. Ini pekerjaan panjang dan memanfaatkan potensi besarnya untuk kesejahteraan diperlukan kerja bersama.
Budaya maritim sebagai salah satu Pilar Nawacita maupun Kebijakan Kelautan Indonesia tercantum dalam Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2017 yang perlu diperjuangkan hingga pada implementasi. Hal ini sangat penting dalam mengembalikan Jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari.
Untuk itu, dalam penyelenggaraan Kongres Budaya Nasional pada bulan Desember mendatang, budaya maritim harus mendapat proporsi yang signifikan sehingga bicara mengenai Budaya Maritim tidak sekedar formalitas atau euphoria. Tetapi termanifestasi dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid mengatakan, dalam Kongres Budaya Nasional ide-ide yang berasal dari 277 kabupaten dan kota seluruh Indonesia akan ditampilkan dalam seni pertunjukan, seni visual, memanfaatkan teknologi digital. Kemudian, memanfaatkan live streaming, live comment, demi membangun partisipasi dan rasa saling memiliki.
Kongres Budaya Nasional diharapkan dapat menghasilkan naskah budaya dan strategi budaya yang konkrit.*
Komentar tentang post