Jakarta – Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto mengatakan, teknologi informasi dapat mengefisienkan rantai distribusi, sehingga harga jual di tingkat konsumen akan lebih murah.
“Pemanfaatkan teknologi informasi dalam akuakultur dapat digunakan untuk mendapatkan informasi ketersediaan benih unggul, pakan, sarana dan prasarana produksi,” kata Slamet, ketika
memberikan sambutan Seminar dan Kick Off Aquatica Asia & Indoaqua 2018 bertema “Transform Aquaculture Businnes Into Industry” di Jakarta, akhir Agustus lalu.
Di era persaingan global, khususnya era Revolusi Industri ke-4 atau Industri 4.0, akuakultur dihadapkan pada berbagai tantangan. Antara lain, persaingan global, daya saing dan produktivitas.
Karena itu, Menurut Slamet, dalam menghadapi persaingan perdagangan global yang makin ketat, produk akuakultur harus berdaya saing tinggi. Produktivitas dan daya saing tinggi ini tidak terlepas dari ketersediaan input teknologi yang efisien dan mutu produk yang terjamin. Selain itu, rantai sistem produksi dari hulu hingga hilir, serta sumberdaya manusia maupun mesin yang efisien.
Slamet mengatakan, mata rantai pasokan industri perikanan dan pemberdayaan bagi pembudidaya kecil akan lebih efisien dengan teknologi digital. Selama ini, distribusi produk perikanan budidaya umumnya melewati rantai bisnis yang panjang mulai dari pembudidaya ikan hingga ke konsumen akhir. Akibatnya, terdapat akumulasi margin dalam komponen harga akhir yang membebani konsumen.
Dengan teknologi digital, menurut Slamet, pembudidaya ikan dapat memasarkan produknya langsung ke konsumen tanpa melewati rantai pasok yang panjang. Sehingga biaya transaksi menjadi lebih mudah, akumulasi margin yang sebelumnya terjadi dapat ditekan dan dinikmati pembudidaya ikan dalam bentuk harga jual yang lebih baik. Sementara konsumen mendapat harga yang lebih murah.
Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya terus mendorong akuakultur berbasis e-commerce digital. Ini bertujuan memperpendek rantai distribusi yang tidak efisien karena mendekatkan produsen ikan dengan pasar ritel (eceran).
Selanjutnya, memberikan kepastian harga di pembudidaya ikan dan konsumen. Meningkatkan konektivitas, serta menghilangkan batas jarak, ruang dan waktu untuk menyediakan sarana input dan pasar dalam pengembangan industrisasi akuakultur. Menghadirkan model bisnis akuakultur yang efisien di tengah-tengah masyarakat.
Slamet mengatakan, transformasi industrialisasi akuakultur di era industri 4.0 meliputi, transformasi dari berorientasi pada eksploitasi sumberdaya alam (SDA) menuju efisiensi SDA, jasa, peningkatan nilai tambah dan produktivitas. Transformasi dari kondisi akses pasar yang terbatas dan daya saing produk yang rendah menuju akses pasar yang terbuka luas, berdaya saing tinggi dan manajemen yang efisien.*
Komentar tentang post