Darilaut – WALHI Gorontalo mendesak kepada pemerintah provinsi dan pusat untuk segera menghentikan seluruh aktivitas perluasan Hutan Tanaman Energi (HTE) di Provinsi Gorontalo. Seruan keras ini menyoroti dugaan pelanggaran hukum sistematis oleh sejumlah perusahaan biomassa, serta dampak pada lingkungan.
Menurut WALHI Gorontalo, ada praktik “pemutihan” legalitas yang memungkinkan perusahaan tetap beroperasi meski izinnya telah dicabut.
Salah satunya adalah kasus perubahan “izin pinjam pakai hutan” menjadi status “hutan hak”, yang dianggap sebagai rekayasa regulasi untuk melanggengkan penguasaan lahan oleh korporasi.
Riset WALHI Gorontalo menemukan bahwa mayoritas masyarakat di sekitar konsesi menolak keberadaan HTE. Namun, suara mereka kerap teredam dan tidak dihormati dalam proses konsultasi publik.
Alih-alih meningkatkan kesejahteraan, masyarakat justru mengalami pengurangan pendapatan karena akses terhadap sumber daya alam dibatasi oleh perusahaan.
Menanggapi berbagai temuan tersebut, WALHI Gorontalo menyampaikan enam tuntutan utama:
- Mencabut izin seluruh korporasi biomassa yang telah beroperasi di Gorontalo.
- Menghentikan enam izin baru HTE yang mencakup 180 ribu hektare lahan.
- Menghentikan seluruh izin ekstraktif yang merusak lingkungan.
- Mewujudkan reforma agraria sejati melalui distribusi lahan kepada rakyat.
- Mengalokasikan 314.300 hektare HTE untuk perhutanan sosial.
- Revisi tata ruang berlandaskan daya dukung lingkungan dan mitigasi bencana.
WALHI Gorontalo menekankan bahwa transisi energi sejati harus menghadirkan keadilan sosial, ekonomi, dan ekologis, bukan sekadar mengganti komoditas tambang dengan komoditas kayu.
Keberpihakan negara pada rakyat, khususnya komunitas adat dan petani kecil, menjadi kunci untuk menghindari masa depan Gorontalo yang rentan krisis lingkungan dan kesejahteraan.
 
			



