Darilaut – WALHI Gorontalo menggelar diskusi media dan konferens pers mengungkap tabir transisi energi palsu: dampak sosial – ekologis hutan tanaman energi di Gorontalo.
Diskusi tersebut menghadirkan dua narasumber: Ketua Tim Riset Dr. Terri Repi dan Direktur Eksekutif Daerah WALHI Gorontalo Defri Sofyan. Kegiatan ini berlangsung pada Selasa (28/10) di Kota Gorontalo.
Hasil riset, Provinsi Gorontalo menjadi salah satu wilayah target pengembangan Hutan Tanaman Energi (HTE) yang digadang-gadang sebagai solusi penyediaan bahan baku biomassa untuk mendukung agenda transisi energi nasional.
Pemerintah dan korporasi menarasikan pembangunan HTE sebagai langkah menuju energi bersih dan rendah karbon.
Namun, di balik narasi tersebut, muncul berbagai persoalan ekologis dan sosial yang kompleks: konversi hutan alam, hilangnya keanekaragaman hayati, penurunan kualitas air, hingga hilangnya ruang hidup dan sumber penghidupan masyarakat lokal.
Kebijakan ini tidak dapat dilepaskan dari kerangka nasional FOLU Net Sink 2030, yaitu target Indonesia untuk menjadikan sektor kehutanan dan lahan sebagai penyerap bersih emisi gas rumah kaca pada tahun 2030.
Meski bertujuan baik, implementasinya di lapangan sering kali menyimpang: proyek-proyek industri berbasis komoditas seperti HTE justru dipromosikan sebagai solusi hijau.
Akibatnya, agenda transisi energi bergeser menjadi transisi semu yang membuka ruang baru bagi eksploitasi sumber daya alam dan memperdalam ketimpangan.
Diskusi WALHI Gorontalo, berdasarkan riset dengan judul “Tinjauan Kritis Multidimensional Dampak Hutan Tanaman Energi di Provinsi Gorontalo” yang mengungkap berbagai kontradiksi di balik proyek HTE.
Mulai dari kerusakan hutan hingga dampak sosial terhadap masyarakat sekitar wilayah konsesi.
