Darilaut – Satwa liar macan tutul jawa masuk ke hotel di Bandung dan harimau sumatra terlihat di kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Agam, Sumatra Barat.
Kejadian seperti ini tidak bisa disebut kebetulan. Harimau dan macan tutul sejatinya adalah satwa penghuni inti hutan (core habitat species). Mereka hidup tersembunyi, jauh dari manusia.
Peneliti Ahli Utama bidang konservasi keanekaragaman hayati Pusat Riset Ekologi BRIN, Prof. Hendra Gunawan, mengatakan, berdasarkan permasalahan ini, perlu pendekatan baru dalam mengelola hubungan manusia dan satwa liar: human–wildlife coexistence, yaitu hidup berdampingan secara berkelanjutan.
Pendekatan ini terdiri atas empat tahap. Pertama, Avoidance (Penghindaran), yaitu mencegah interaksi langsung melalui perencanaan ruang dan pengamanan ternak.
Ke-2, Mitigation (mitigasi) atau mengurangi dampak konflik, misalnya dengan mengusir satwa tanpa melukai dan memberikan kompensasi kerugian.
Ke-3, Tolerance (Toleransi), yaitu membangun kesadaran dan empati masyarakat terhadap keberadaan satwa liar.
Ke-4, Coexistence (Koeksistensi) atau menciptakan manfaat bersama, misalnya lewat ekowisata berbasis komunitas atau pertanian ramah satwa.
“Kalau masyarakat bisa melihat harimau bukan sebagai ancaman, tapi sebagai penjaga keseimbangan ekosistem, kita bisa hidup berdampingan dengan damai,” ujar Hendra ,” kata Prof. Hendra, pada Selasa (21/10).




