Kejadian yang dialami oleh awak kapal perikanan asal Indonesia di kapal Cina dan terbongkar oleh otoritas pemerintah Korea Selatan merupakan puncak dari gunung es dari praktik kerja paksa yang masih terjadi dan perlu upaya keras dari semua pihak untuk melakukan pencegahan.
“Ini momentum bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi, perbaikan tata kelola aturan dan mekanisme rekruitmen dan pengiriman awak kapal perikanan ke luar negeri yang saat ini masih multi channel sehingga meyulitkan pengawasan dan belum memberikan perlindungan maskimal bagi awak kapal perikanan di luar negeri,” kata Abdi.
Seperi diketahui, mekanisme pengiriman awak kapal perikanan ke luar negeri saat ini dilakukan melalui 5 jalur dan aturan yaitu oleh Kementerian Perhubungan, Kementerian Tenaga Kerja, BNP2TIK, pemerintah daeeah dan jalur mandiri melalui kerjasama bisnis.
Akibat kondisi ini upaya pengawasan awak kapal perikanan di luar negeri menjadi sulit dilakukan.
“KBRI akhirnya sulit mendekteksi keberadaan mereka untuk melakukan monitoring dan pengawasan karena aturan tiap-tiap instansi pengirim berbeda,” kata Abdi.
Undang-Undang No 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Buruh Migran sudah mengamanatkan hal ini tapi aturan turunan dalam bentuk Peraturan Pemerintah belum dikelaurkan oleh pemerintah.
Komentar tentang post