KOMISI Paus Internasional (International Whaling Commission) memperkirakan sebanyak 300.000 paus dan lumba-lumba mati setiap tahun.
Kematian ini, antara lain, lantaran alat penangkapan ikan, jaring dan jangkar kapal. Selain itu, sampah laut yang dapat merenggut mamalia laut ini.
Untuk membantu paus atau lumba-lumba yang terjerat jaring ikan, kini tengah dikembangkan peralatan drone. Pesawat tanpa awak ini sangat membantu untuk memantau dan menyelamatkan mamalia laut.
Seperti ditulis Juliat Grable di Sierraclub.org, kendaraan udara tak berawak (Unmanned Aerial Vehicles, UAV) ini adalah alat terbaru yang dapat membantu tim kerja paus. Karena peralatan ini kecil, ringan, dapat bermanuver dan relatif murah.
Drone telah menjadi instrumen penting dalam menilai dan memonitor keberadaan mamalia laut.
Namun, ada perbedaan menerbangkan drone di darat dan di atas kapal. Menerbangkan drone di atas kapal agak sedikit rumit karena kondisi lautan yang kadang bergelombang.
Brian Taggart dan Matt Pickett dari Oceans Unmanned –lembaga konservasi kelautan nonprofit– membuat inisiatif dengan memberikan pelatihan khusus kepada pilot yang sudah akrab dengan kendaraan udara tanpa awak, yang disebut freeFLY.
Taggart dan Pickett memberikan kombinasi pelatihan kelas dan latihan praktis. Peserta berlatih menerbangkan drone dari kapal, berkomunikasi dengan kru dan bermanuver di atas paus.
Komentar tentang post