Darilaut – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memberikan penghargaan kepada Profesor Riset Dwi Listyo Rahayu yang selama ini menekuni keanekaragaman hayati laut dengan mempelajari taksonomi kelomang dan kepiting. Penghargaan LIPI Sarwono Award XIX ini bertepatan dengan 54 tahun LIPI.
Dwi Listyo Rahayu yang biasa disapa Yoyo, adalah satu-satunya taksonom kelomang di Indonesia. Bahkan Yoyo salah satu di antara tiga taksonom kelomang di dunia.
Yoyo mulai memberikan perhatian pada morfologi krustasea ini sejak tahun 1986. Selama menjadi peneliti Yoyo berhasil merilis 93 publikasi ilmiah dengan mendeskripsikan kelomang dan kepiting.
Yoyo telah mendiskripsikan kelomang (hermit crab) sebanyak empat genus dan 74 spesies, dan kepiting (crab) sebanyak enam genus dan 76 spesies.
Bahkan tahun 2020, menemukan empat spesies baru kepiting dari perairan wilayah timur Indonesia. Diperkirakan Indonesia memiliki kurang lebih 200-300 spesies kelomang.
Penelitian taksonomi tidak hanya mengidentifikasi biota, memberi nama, tetapi mengamati bentuk, warna, corak, dan bagian-bagian tubuh biota.
Selain mengklasifikasikan biota tersebut, Yoyo juga memperhatikan tempat, cara, peran dan kegunaan dalam kehidupannya. Krustasea termasuk kelompok biota laut dominan kedua, setelah moluska.
Yoyo meneliti kelomang dari berbagai perairan pesisir di Indonesia sejak 1988. Terlibat dalam inventarisasi biota laut perairan Maluku Utara, Maluku Tenggara, Timor Timur, Kalimantan (Pulau Derawan dan sekitarnya), Bali dan Lombok dari Tahun 1993-1998.
Pernah pula meneliti kelomang di perairan Selat Malaka, Johor dan Singapura. Risetnya mengenai keanekaragaman jenis krustasea di perairan Lombok serta, penelitian kelomang dari Filipina masih berlanjut sejak 2004 hingga sekarang.
Yoyo menyelesaikan pendidikan S1 di IPB Jurusan Perikanan. Pilihannya berkarir sebagai peneliti LIPI mempertemukannya dengan senior sekaligus mentor risetnya saat itu, Dr Kasim Moosa.
Selanjutnya, Yoyo mengikuti Ekspedisi Snellius II pada Tahun 1984. Ekspedisi tersebut mengangkat 5 tema penelitian: geologi dan geofisika, terumbu karang, vetilasi lubuk laut dalam, sistem pelagis, dan dampak sungai terhadap lingkungan laut. Melalui ekspedisi ini banyak berkenalan dengan para taksonom senior dari berbagai belahan dunia.
Yoyo kemudian melanjutkan studi S2 dan S3 di Université Pierre & Marie Curie, Paris VI, Perancis melalui beasiswa Overseas Fellowship Program (OFP) yang dicetuskan oleh Presiden Indonesia ketiga BJ Habibie.
Paris menjadi tujuannya karena pada saat itu Natural Museum of Natural History Paris adalah salah satu pusat studi krustasea terbaik.
“Saya ingin mengerjakan krustasea dan yang banyak orang krustasea itu di Paris,” kata Yoyo seperti dikutip dari Lipi.go.id.
Kendati demikian, Yoyo justru ditawari untuk meneliti kelomang. “Kalau saya lihat kala itu, waktu saya kuliah di Universite Pierre & Marie Curie, Paris VI, Paris, kelomang ternyata menarik sekali, unik, dan tidak banyak yang mengerjakan apalagi dari Indonesia. Publikasinya pun hampir tidak ada,” kata perempuan kelahiran Mojokerto 1957 ini seperti dikutip dari Oseanografi.lipi.go.id.

Banyak fungsi kelomang di alam. Begitupula dengan kepiting. Peluang untuk mengerjakan penelitian ini sangat besar.
Yoyo mengajak kita semua untuk menjaga lingkungan sesuai kemampuan masing-masing. Sehingga, keberlanjutan sumber daya laut sebagai sumber kehidupan di masa mendatang tetap terjaga.
“Biodiversitas harus kita jaga, karena dalam waktu bersamaan kita dapat mempelajari bagaimana memanfaatkannya sesuai kebutuhan manusia,” katanya.
Sebagai contoh spesies kepiting kelapa atau ketam kenari (Birgus latro) yang termasuk dalam kelomang yang dapat dijadikan peliharaan dalam akuarium.
Jika mampu membudidayakannya akan menjadi prospek ekonomi yang besar. Masalahnya, sekarang spesies ini masuk dalam daftar The International Union for Conservation of Nature Red List of Threatened Species atau IUCN Red List. Hal ini karena siklus hidupnya belum diketahui secara tuntas.
Kelomang dan kepiting memiliki peranan penting dalam ekosistem kita. Kelomang memakan semuanya; mulai dari makroalga, kerang, sampai potongan hewan yang mati. Kelomang ini sebagai hewan pembersih.
Sementara kepiting mengonversi nutrien dan mempertinggi mineralisasi, serta meningkatkan distribusi oksigen dalam tanah.
Yoyo tercatat menjadi peneliti tamu di berbagai laboratorium dan museum sejarah alam seperti (Lee Kong Chian Natural History Museum-NUS); Jepang (National Science Museum, Tokyo; Natural History Museum and Institute, Chiba); Perancis (Museum National d’Histoire Naturelle, Paris); dan Amerika Serikat (National Museum of Natural History, Smithsonian Institution, Washington DC).
Selain itu, terlibat dalam berbagai ekspedisi internasional seperti “KUMEJIMA” di Okinawa, Jepang, CMBS (Comprehensive Marine Biodiversity Survey) di Singapura, 2012-dan 2013, dan SJADES (South Java Deep Sea) Indonesia, Singapore 2018.
Ekspedisi SJADES adalah momentum sejarah karena pertama kalinya sebuah riset eksplorasi laut dalam dipimpin oleh peneliti dari Singapura Prof. Peter Ng dan Indonesia Prof Dwi Listyo Rahayu.
Pemberian LIPI Sarwono Award bertujuan untuk memberikan pengakuan kepada tokoh dan pakar di Indonesia yang mengabdikan diri dan pemikirannya dalam memajukan ilmu pengetahuan di Indonesia. Apresiasi ini diberikan kepada peneliti berprestasi dan ilmuwan dalam bidangnya masing-masing.
“Saya merasa terhormat karena terpilih sebagai penerima LIPI Sarwono Award XIX. Hal ini menunjukkan bahwa bidang taksonomi memperoleh perhatian dari pemerintah. Dari pemberian penghargaan ini, saya berharap akan ada peneliti muda untuk meneruskan dan menekuni bidang tersebut,” katanya.
Sumber: Oseanografi.lipi.go.id dan Lipi.go.id
Komentar tentang post