“Dengan demikian, bisa dikatakan perjuangan kita untuk melaksanakan pemanduan luar biasa secara bersama dengan tiga negara pantai di kedua Selat tersebut telah resmi diakui oleh IMO dan dunia,” ujar Agus, Senin (4/5).
Direktur Kepelabuhanan, Subagiyo mengatakan, pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura pertama kali diperkenalkan melalui Dokumen IMO Nomor Res. A.375(x) tanggal 14 November 1977 tentang Navigation Through the Straits of Malaca and Singapore. Pada Annex V disebutkan semua Deep Draught Vessel (DDV) dan Very Large Crude Carrier (VLCC) direkomendasikan menggunakan Pilot atau jasa pemanduan apabila telah tersedia.
Selanjutnya, ketentuan dimaksud diperbaharui dengan SN.Circ 198 tanggal 26 Mei 1998.
Pada annex 1 ketentuan umum butir 3 menyatakan rekomendasi untuk menggunakan layanan pandu bagi kapal yang memiliki draft dalam dikala melintas di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Pembahasan terkait peningkatan keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim melalui jasa pemanduan juga muncul pada Sidang TTEG ke-18 di Malaysia pada tahun 1993. Namun demikian, pembahasan khusus mengenai agenda Pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura baru muncul kembali pada Sidang TTEG ke-41 di Yogyakarta pada tahun 2016.
Dalam pembahasan tersebut, disepakati Guidelines on Voluntary Pilotage Services in the Straits of Malacca and Singapore, di mana sebelumnya telah melalui beberapa kali seri pertemuan oleh ketiga negara pantai dalam rangka menyusun pedoman pandu luar biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura tersebut.
Komentar tentang post