SETELAH terjadi gempa yang menimbulkan tsunami dan likuefaksi di Sulawesi Tengah, pada Jumat (28/9), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengerahkan upaya mitigasi dan informasi bencana. Selanjutnya, tim BMKG mengirimkan tim survei ke daerah Palu, Donggala dan Sigi.
Tim survei ini untuk gempa, likuefaksi dan tsunami. Khusus tim survei tsunami terdiri dari personel BMKG Pusat, Balai IV Makassar, Stageof Palu dan Gowa yang terbagi dalam dua tim.
Tim bergerak cepat ke lokasi terdampak tsunami untuk memperoleh jejak asli (fresh trace) pada saat kejadian sebagai data otentik lapangan. Tim BMKG terdiri dari Sugeng Pribadi, Jimmi Nugraha, Erwan Susanto, Chandra, Arief dan Alhusein. Lokasi survei mencakup Kabupaten Donggala bagian Utara dan Pantai Timur Teluk Palu.
Tim B terdiri dari Indra Gunawan, Tri Haryono, Irwan, Hery. Wilayah survei mencakup Kota Palu, Pantai selatan Teluk Palu dan Pantai Timur Teluk Palu. Setiap tim dilengkapi peralatan ukur ketinggian tsunami (laser point), GPS, kompas, meteran dan kamera.
Berdasarkan data dan bukti-bukti di lapangan yang ditemukan dua tim BMKG ini, menunjukkan gempa dan tsunami Donggala Jumat (28/9) tergolong longsoran dasar laut (submarine landslide). Tsunami dipicu gempa Donggala dengan jenis mekanisme gempabumi mendatar mengiri (sinistral).
Patahan gempabumi menyebabkan longsoran dasar laut dengan inidikasi ditemukannya banyak tanah tenggelam (amblas) dan perubahan muka pantai yang drastis. Pepohonan kelapa tumbang dan tergenang air laut, serta sejumlah tanah terbelah mulai terlihat dari Pantai Lero, Marana, Enu hingga ke Labean.
Longsoran ini telah menarik bangunan-bangunan perumahan, pasar dekat pantai ke arah dasar laut. Beberapa nelayan di Desa Lolilondo, Lolipesua, dan Lolisaluran, Kecamatan Banwa di Kabupaten Donggala melihat pusaran air membentuk buih putih di lautan dalam waktu yang lama. Bahkan setelah tsunami surut dari pantai.
Nelayan di Pantai Marana menyaksikan rumpon-rumpon dengan tali pancang kedalaman 200 m tersedot dan tenggelam hilang ke dasar laut. Video dari pilot yang berhasil terbang pada saat gempabumi melanda Palu juga memperlihatkan fenomena pusaran air (whirpool).
Laporan survei BMKG ini dengan judul “Merekam Jejak Tsunami Teluk Palu 2018” ditulis Sugeng Pribadi bersama Indra Gunawan, Jimmy Nugraha, Tri Haryono, Erwan Susanto, Irawan Romadon, Candra Basri, Alhusen Mustarang dan Heriyanto.
Jejak-jejak genangan (inundasi) tsunami yang berhasil ditemukan tim BMKG berupa garis-garis air bercampur lumpur pasir pantai yang membekas pada dinding bangunan. Kemudian, ranting dan dedaunan yang mengering kuning akibat terkena air laut. Sampah dan material yang tersangkut di ketinggian atap bangunan, pepohonan atau dataran tinggi dan batu-batu karang yang terangkat ke daratan.

Jarak inundasi berkisar puluhan hingga ratusan meter. Bahkan hitungan kilometer dari ujung pantai atau surut terendah. Adapun tinggi tsunami (run-up height) adalah puncak gelombang tertinggi dan terjauh gelombang tsunami mencapai daratan.
Survei dengan jejak asli tim BMKG ini mendapatkan terjadi tiga gelombang tsunami pada Jumat (28/9), dengan selang waktu setelah terjadi gempa 1 menit, 5 menit dan 10 menit. Tsunami mencapai Teluk Palu yang sempit menyebabkan amplifikasi tsunami maksimum adalah 11,3 meter di Desa Tondo, Palu Timur.
Rayapan tsunami terjauh (inundasi) di kawasan Hotel Mercure, Lere, Palu Timur berjarak 468,8 meter dari bibir pantai.*
Komentar tentang post