Peneliti Ahli Madya PRIMA-BRIN, Erma Yulihastin, mengatakan pada tahun ini bisa jadi terjadi kemarau basah.
Hal itu lantaran adanya Suhu Muka Laut yang menghangat, anomali divergensi dan konvergensi.
Ditambah dengan adanya angin dari timur dan berbelok ke wilayah indonesia yang menjadi pusat dari uap air yang menjadikan kemarau basah.
“Dari sisi historis, El Nino terjadi biasanya netral dulu, maka skenario El Nino akan terjadi pada 2024,” katanya.
Hanya saja, kata Erma, jika melihat fenomena perbedaan dampak iklim dan cuaca di beberapa daerah ini perlu disikapi, salah satu kuncinya dengan melakukan pemetaan secara regional.
Karena wilayah Indonesia memiliki kepulauan-kepulauan yang besar dan lautan. “Ambil contoh di Kalimantan saja, beda antara utara dan selatan,” katanya.
Menurut Erma, saat ini perlu adanya tools yang handal untuk bisa memetakan secara detil. Sebab saat ini, parameter global tidak bisa jadi lagi tolok ukur.
Puncak El Nino diperkirakan bakal bergeser pada akhir September dan awal Oktober 2023. Hal ini disampaikan Peneliti Ahli Utama PRIMA-BRIN Prof Eddy Hermawan.
Prof Eddy memprediksi pergeseran ini berdasarkan kajiannya dari berbagai literatur ilmiah.
“El Nino tahun 2023 tergolong unik karena puncaknya diduga bakal terjadi akhir September/awal Oktober 2023, tidak pada bulan November/Desember seperti pada umumnya. Selain itu, durasinya pun tergolong relatif pendek (berakhir hingga awal tahun 2024),” kata Eddy.





Komentar tentang post