Darilaut – Ikan sidat sangat populer di Jepang. Kandungan nutrisi pada ikan sidat melebihi salmon. Setiap tahun perdagangan internasional komoditas ikan sidat mencapai nilai $ 62.506.000.
Di Jepang ikan sidat disebut unagi. Adakalanya, ikan sidat sering dianggap belut. Ini karena bentuk keduanya bulat memanjang. Padahal ikan sidat dan belut berbeda.
Peneliti Pusat Riset Mikrobiologi Terapan (PRMT) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Achmad Dinoto mengatakan tantangan yang dihadapi industri ikan sidat salah satunya adalah perubahan iklim. Perubahan iklim berdampak pada keterbatasan air berkualitas.
Padahal, kata Dinoto, secara umum akuakultur justru membutuhkan air berlimpah, sehingga strategi alternatif berkelanjutan akuakultur “hemat air” dengan sistem resirkulasi air (recirculating aquaculture system atau RAS) dalam budidaya sidat perlu ditempuh.
Melalui penelitian diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dengan sumber pakan suplemen baru dan sumberdaya mikroorganisme teridentifikasi dan tersimpan jangka panjang.
Selain itu, proteksi dan penganganan penyakit tanpa antibiotik, kestabilan kualitas daging ikan sidat, penerapan ekosistem akuakultur hemat air yang sehat, dan pemanfaatan baru komoditas sidat, produk turunannya, dan residunya.
Komentar tentang post