Darilaut – Ahli perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University, Dr Ronny Irawan Wahju, mengatakan, industri ikan sidat di Indonesia belum berkembang karena kurangnya teknologi penyediaan benih yang berkualitas, serta budidaya dan pengolahan.
Padahal, menurut Ronny, kebutuhan ikan sidat ke Jepang sebanyak 355,63 ton dan Indonesia hanya bisa memenuhi tak lebih dari 2 persen.
Hal ini merupakan potensi yang besar bagi para pembudidaya sidat karena sangat potensial untuk diekspor ke luar negeri.
Dosen Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) FPIK ini mengatakan, potensi ikan sidat bisa dikembangkan menjadi skala industri akuakultur yang lebih besar.
Menurut Ronny, benih sidat diperoleh dari alam. Sidat merupakan komoditas budidaya pengolahan eksportir yang potensial. Namun Industri sidat belum berkembang secara optimal.
Selain itu, kata Ronny, populasi dan habitat sidat mulai berkurang. Penyebabnya adalah gangguan habitat akibat pencemaran lingkungan, pemangsaan oleh predator dan penggunaan alat tangkap yang merusak habitat yang dapat membunuh benih.
Meskipun sidat merupakan sumberdaya yang dapat dipulihkan, namun saat ini spesiesnya rentan punah.
“Keberlanjutan sidat di Indonesia perlu diperhatikan, bahkan dikembangkan dalam skala industri. Kuncinya adalah inovasi teknologi untuk menjamin ketersediaan pasokan benih sidat alamiah dan hasil pembenihan. Selain itu diperlukan teknologi budidaya dan teknologi pengolahan sidat yang berkualitas dan berkelanjutan,” kata Ronny, seperti kutip dari Ipb.ac.id.
Komentar tentang post