Dengan kejadian tsunami Tahun 2018 tersebut, kata Dwikorita, InaTEWS semakin dikuatkan dengan menambah jumlah peralatan sensor gempa untuk merapatkan jaringan monitoring.
Menurut Dwikorita, untuk mendorong tindakan dan kesiapsiagaan dini, informasi yang komprehensif dan mudah dimengerti, ditambah dengan program pendidikan, sangatlah penting.
Keunikan dan kompleksitas tsunami, membutuhkan teknologi peringatan dini yang inovatif yang digabungkan dengan kearifan lokal.
“Pengetahuan tentang kearifan lokal dapat secara efektif mengakomodasi kemampuan untuk mengakses peringatan dini bagi masyarakat terpencil,” kata Dwikorita.
“Jadi, kolaborasi antara teknologi dan kearifan lokal dapat memperkuat sistem peringatan dini gempa bumi dan tsunami.”
Keberlanjutan upaya mitigasi dan kesiap-siagaan tsunami juga sangat penting. Dwikorita mencontohkan upaya kesiapsiagaan di Kota Palu, Sulawesi Tengah yang telah dibangun pada periode 2009-2014, harus kembali dimulai dari nol karena adanya pergantian kepala daerah.
Karena tidak adanya keberlanjutan, alhasil ketika tsunami melanda pada 2018 semua orang tidak siap.
Upaya mitigasi dan kesiap-siagaan harus tetap berlanjut dari generasi ke generasi, tidak terputus. Bukan berarti karena tidak ada tsunami, upaya tersebut berhenti. Hal ini penting karena gempa bumi dan tsunami bisa datang sewaktu-waktu, kata Dwikorita.