Darilaut – Pulau Batanta di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, memiliki beragam tipe ekosistem yang masih sangat alami. Ekosistem ini mulai dari pantai, hutan hujan tropis, dataran rendah, sampai dengan hutan pegunungan bawah pada ketinggian sekitar 1100 meter di atas permukaan laut.
Bagian barat Pulau Batanta merupakan kawasan konservasi Cagar Alam Batanta Barat yang berfungsi untuk kegiatan penelitian dan perlindungan biodiversitas beserta ekosistemnya.
Pertengahan bulan Maret tahun 2022 ini, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah melaksanakan studi inventarisasi keragaman anggrek dan potensi pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan oleh masyarakat adat di Pulau Batanta, Papua Barat.
“Penelitian botani di Pulau Batanta tergolong masih relatif jarang dilakukan,” kata Reza Saputra tim kajian dari BBKSDA Papua Barat.
Reza mengatakan tim melakukan eksplorasi pada jangkauan area jelajah yang terbatas. Namun telah berhasil menemukan sedikitnya 90 nomor koleksi anggrek.
Sebagian masih dalam proses identifikasi untuk memastikan nama spesiesnya. Sedangkan sebagian lainnya ditemukan dalam kondisi tanpa bunga.
“Spesimen anggrek yang tanpa bunga harus dipelihara terlebih dahulu hingga berbunga agar dapat diidentifikasi lebih lanjut secara akurat,” kata Reza, mengutip siaran pers BRIN, Jumat (25/3).
Dari hasil studi sementara, terdapat beberapa temuan menarik. Salah satunya temuan record baru anggrek Dendrobium cuneatum di region Papua.
Peneliti BRIN, Destario Metusala, mengatakan, anggrek berbunga mini berwarna kehijauan ini sebelumnya hanya ditemukan di region Sulawesi dan Maluku.
“Temuan spesies ini di Pulau Batanta (region Papua) akan menambah informasi terkait jangkauan distribusi alaminya yang ternyata melewati zona Wallacea dan mencapai zona biogeografi Australasia,” ujarnya.
Selain itu, hasil studi juga telah menemukan anggrek akar Taeniophyllum torricellense yang sebelumnya hanya ditemukan di dua lokasi, yaitu Pulau San Cristobal di Kepulauan Solomon dan pegunungan Torricelli di Papua Nugini.
Tim juga menemukan anggrek epifit Dendrobium incumbens. Sebelumnya record anggrek ini hanya berasal dari dua titik lokasi di Papua Nugini, yaitu distrik Sepik dan Morobe.
Lokasi-lokasi yang disebutkan tadi berjarak sangat jauh dengan Pulau Batanta di Papua Barat. Penemuan anggrek Taeniophyllum torricellense dan Dendrobium incumbens ini akan menambah jumlah keragaman spesies anggrek untuk negara Indonesia.
Tidak hanya melakukan inventarisasi anggrek, tim juga melakukan observasi dan perekaman berbagai upaya pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan oleh masyarakat adat setempat sebagai petunjuk awal kajian lebih lanjut terkait potensi keanekaragaman hayati di Pulau Batanta.
Pulau Batanta salah satu dari empat pulau besar di Kabupaten Raja Ampat yang terletak sekira 34 kilometer dari arah barat Kota Sorong.
Pulau ini tak hanya memiliki beragam tipe ekosistem yang alami, tapi juga kearifan lokal masyarakat adat dalam memanfaatkan tumbuhan di sekitarnya. Tumbuhan ini menarik untuk diteliti.
Komentar tentang post