Darilaut – Topan Odette yang menjadi badai terkuat yang melanda Filipina akhir tahun ini melampaui prediksi peramal cuaca.
Mengutip Nypost.com, Rabu (22/12), meskipun tidak jelas secara pasti bagaimana pemanasan global mempengaruhi intensifikasi badai semacam itu, badan perubahan iklim PBB telah menemukan bahwa kemungkinan frekuensi peristiwa intensifikasi yang cepat telah meningkat selama empat dekade terakhir. Hal ini karena suhu meningkat.
Topan Odette dengan sebutan internasional siklon tropis Rai menewaskan 375 orang di Visayas dan Mindanao, Filipina. Badai ini menghantam sebagian wilayah di Filipina yang memberikan dampak pada 1,8 juta warga setempat. Lebih dari 438 ribu orang mengungsi di sejumlah tempat evakuasi.
Topan, hujan dan banjir akibat Odette ini merusak puluhan ribu rumah. Area yang terkena dampak Odette mengalami pemadaman listrik dan akses internet terbatas. Pepohonan tumbang dan tiang listrik banyak yang roboh.
Sebelum Rai menjalani proses intensifikasi yang cepat, para peramal cuaca pada awalnya memperingatkan badai yang dapat membawa “kerusakan yang cukup besar”, dengan kecepatan angin hingga 165 kilometer (103 mil) per jam.
“Tetapi situasinya berkembang sangat cepat,” kata peramal cuaca Nikos Peñaranda, yang mempelajari badai petir di biro cuaca nasional Filipina.
“Model kami tidak dapat memprediksi cara badai meningkat, dan itu melampaui semua prediksi kami,” katanya.
Dalam intensifikasi badai yang cepat, air laut yang hangat dan kecepatan angin yang berbeda di dekat mata badai bertindak sebagai bahan bakar untuk memicunya menjadi peristiwa yang lebih parah.
Dalam kasus Rai, badai berubah menjadi supertyphoon kategori 5, dengan kecepatan yang mirip dengan saat pesawat penumpang mulai lepas landas.
Saat mendarat, angin dengan kecepatan hingga 210 km/jam menumbangkan pohon kelapa, merobohkan tiang listrik, dan melemparkan lembaran seng dan kayu bergelombang ke udara.
Di Filipina, kebanyakan siklon tropis berkembang antara Juli dan Oktober.
Peramal cuaca Anna Cloren dikutip dari Philstar.com, mengatakan badai meningkat lebih cepat dari yang diperkirakan, dan data awal menunjukkan hujan turun lebih banyak.
Para ilmuwan telah lama memperingatkan bahwa topan menguat lebih cepat ketika dunia menjadi lebih hangat karena perubahan iklim yang didorong oleh manusia.
Pada tahun 2013, Topan Haiyan adalah badai terkuat yang pernah mendarat di Filipina, menyebabkan lebih dari 7.300 orang tewas atau hilang.
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, telah menempatkan enam wilayah yang dilanda Topan Odette di bawah keadaan bencana, sebuah deklarasi yang memberlakukan pembekuan harga dan memungkinkan pencairan dana darurat, Selasa (21/12).
Wilayah yang palung terdampak Odette adalah MIMAROPA, Visayas Barat, Visayas Tengah, Visayas Timur, Mindanao Utara dan Caraga. Wilayah ini berada di bawah keadaan bencana selama satu tahun “kecuali lebih cepat dicabut sesuai dengan hukum.”
Dengan adanya deklarasi tersebut akan mempercepat upaya penyelamatan, bantuan, dan rehabilitasi yang dilakukan pemerintah dan sektor swasta, termasuk bantuan kemanusiaan internasional.
Antrian panjang masyarakat yang menunggu untuk mengisi drum air kosong atau mengisi tangki bahan bakar sepeda motor terlihat di seluruh wilayah yang terkena dampak.
Setelah badai terkuat menghamtam sejumlah wilayah di Filipina, belum semua korban mendapatkan bantuan.
Seminggu setelah topan Odette, warga Filipina Selatan, Jennifer Vetonio, seperti dilansir Philstar.com, berdiri di sebuah jalan meminta uang dan makanan dari pengemudi yang lewat. Rumah Jennifer hancur karena topan Odette dan belum menerima sedikit pun bantuan pemerintah.
Ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal, listrik padam, tak ada makanan. Begitupula dengan susu atau popok untuk bayi.
Militer, penjaga pantai, dan organisasi kemanusiaan telah meningkatkan upaya untuk mendapatkan makanan, air minum, dan tempat berlindung sementara ke pulau-pulau yang paling parah terkena dampak.
Komentar tentang post