Kedua, pemotongan anggaran bagi penyelenggara yang lalai. KPU dan Bawaslu yang bertanggung jawab atas kelalaian dalam penyelenggaraan pilkada harus menerima sanksi berupa pemotongan anggaran operasional pada periode berikutnya. Ketiga, regulasi dan sanksi tegas terhadap kelalaian penyelenggara. “Pemerintah dan DPR harus segera menyusun regulasi yang memastikan ada konsekuensi bagi penyelenggara yang gagal menjalankan tugasnya dengan baik,” kata Perludem.
Selanjutnya, keempat, penguatan pengawasan independen. Harus ada mekanisme pengawasan yang lebih kuat terhadap kerja KPU dan Bawaslu, termasuk keterlibatan masyarakat sipil dalam mengawasi jalannya pilkada.
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP-Kada) 2025 telah memerintahkan pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 24 daerah. Dari jumlah tersebut, 14 daerah harus mengulang pemungutan suara di seluruh tempat pemungutan suara (TPS).
Ini merupakan rekor tertinggi dalam sejarah Pilkada pasca-reformasi, menunjukkan semakin banyaknya permasalahan dalam penyelenggaraan pemilu di tingkat daerah, kata Perludem.
Menurut Perludem, jumlah PSU yang meningkat tajam dibandingkan Pilkada sebelumnya menegaskan bahwa ada masalah mendasar dalam manajemen pemilu, mulai dari kelalaian administratif hingga kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).